Minggu, 13 November 2016

Pentingnya HAM Dalam Amandeman UUD RI Tahun 1945- cacaraku.com





Kata pengantar


Puji syukur kehadiran Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat,inayah taufik dan hidayahnya sehingga penulisan makalah yang berjudul Pentingnya HAM Dalam Amandemen UUD RI Tahun 1945, ini dapat selesai sesuai waktu yang telah di tentukan. Makalah ini di susun untuk memenuhi ketuntasan nilai dalam mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan. Makalah ini berisi tentang Pentingnya HAM Dalam Amandemen UUD RI Tahun 1945.
Harapan saya semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan tentang HAM di Indonesia sehinggah saya dapat memperbaiki bentuk maupun isi makalah ini sehinggah kedepannya dapat lebih baik
Makalah ini saya akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang saya miliki masih sangat kurang. Pada kesempatan ini saya mengucapkan terima kasih kepada Drs Katino Wihatmo, Mm. selaku guru mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan dan kepada semua pihak yang telah memberi kritik dan saran dalam rangka menyempurnakan makalah ini.
            Semoga bermanfaat

















Bab I

Pendahuluan

A.    Latar belakang

Indonesia memiliki konstitusi dasar yang disebut dengan undang undang dasar 1945 (UUD 1945). Semenjak masa reformasi hingga sekarang Undang Undang Dasar 1945 telah mengalami amandemen atau perubahan sebanyak empat kali yaitu:
1.      Perubahan pertama, disahkan 19 oktober 1999
2.      Perubahan kedua disahkan 18 agustus 2000
3.      Perubahan ketiga disahkan 10 november 2001
4.      Perubahan keempat, di sahkan 10 agustus 2002
Bagaimanapun, amandemen UUD 1945 masih jauh dari kata sempurna. Masih banyak problem kebangsaan yang mustinya diatur langsung dalam UUD, namun belum/tidak dicantumkan di dalamnya. Sebaliknya ada beberapa poin yang mustinya tidak dimasukkan. Tetapi di masukkan dalam UUD. Salah satu poin penting yang terdapat dalam amandemen UUD 1945 adalah mengenai hak asasi manusia  yang merupakan hak dasar yang melekat pada manusia sebagai insan ciptaan Tuhan yang dimiliki menurut kodratnya dan tidak dapat di pisahkan dari hakikatnya yang bersifat luhur dan suci.
UUD 1945 bukanlah sekedar cita cita atau dokumen bernegara, tetepi ia harus di wujudkan dalam berbagai persoalan bangsa akhir akhir ini. Misalnya, kenyataan masih seringnya pelanggaran HAM terjadi di negeri ini, antara lain kasus terbunuhnya aktivis munir , kasus pergusuran warga, jual beli bayi, aborsi, dan seterusnya. Di bidang HAM masih banyak terjadi perilaku diskriminasi antara sikaya dan si miskin yang sering orang berkata “ hukum bak pisau yang tajam kebawah tetapi tumpul ke atas” yang mencerminkan hukum yang ada saat ini. Realitas kehidupan di atas hendaknya menjadi bahan refleksi bagi bangsa Indonesia saat ini.
 Dalam hal ini, amandemen Undang Undang Dasar 1945 di nilai belum transparantif. Konstitusi ini masih bersifat parsial, lebih fokus pada aspek restriktif Negara dan aspek protektiv individu dalam Hak Asasi Manusia. Tiga hal yang belum d sentuh amandemen UUD 1945 adalah bagaimana cara rakyat menarik kedaulatanya, penegasan mengenai supremasi otoritas sipil atas militer, serta penegasan dan penjaminan otonomi khusus dalam konstitusi.
Meski demikian, amandemen UUD 1945 sesungguhnya telah memuat begitu banyak pasal tentang pengakuan Hak Asasi Manusia. Memang UUD 1945 sebelum amandemen, boleh dibilang sangat sedikit memuat ketentuan ketentuan tentang hal itu, sehingga mejadi bahan kritik, baik para pakar konstitusi, maupun politisi dan aktivis HAM. Dimasukkannya pasal pasal HAM memang menandai era baru Indonesia, yang kita harapkan akan lebih memperhatikan hal hal yang berkaitan dengan hak asasi manusia. Pemerintah dan DPR, juga telah mengesahkan berbagai intrumen HAM Internasional, disamping juga mengesahkan undang undang tentang HAM.
Kecurigaan bahwa konsep HAM yang dianuat Indonesia selama ini dari barat diantisipasi oleh amandemen pada pasal pasal 28J UUD 1945 yang mengatur tentang adanya pembatasan HAM. Karena itu, pemahaman terhadap pasal 28 J pada saat itu adalah pasal mengenai pembatasan HAM yang bersifat sangat bebas dan individualistis itu dan sekaligus pasala mengenai kewajiban asasi. Jadi tidak saja hak asasi tetapi kewajiban asasi.
Di banding dengan Undang Undang Dasar Sementara 1950, ketentuan hak asasi manusia di dalam Undang Undang Dasar 1945 relatif sedikit hanya 7 pasal, yaitu 27, 28, 29, 30, 31 , 31 dan 34. Sedangkan didalam Undang Undang Dasar Sementara 1950 di dapati cukup lengkap pasal pasal HAM, yaitu 35 pasal, yakni dari pasal 2 sampai dengan pasal 42. Jumlah pasal dalam UUDS 1950 hampir sama dengan yang tercantum di dalam Universal Declaration Of Human Right
Meskipun UUD 1945 tidak banyak mencantumkan pasal tentang HAM, kekurangan tersebut telah dipenuhi dengan lahirnya sejumlah undang undang antara lain UU NO 14 tahun 1970 dan UU NO 8 tahun 1981 yang mencantumkan banyak ketentuan tentang HAM, UU NO 14 tahun 1970 memuat pasal 8 tentang HAM, sedangkan UU NO 8 tahun 1981 memuat 40 pasal. Di dalam pembukaan UUD 1945 di dapati tentang suatu pernyataan yang mencerminkan tekat bangsa Indonesia untuk menegakkan HAM. “bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu adalah hak segala bangsa, oleh sebab itu, makan penjajahan di atas dunia ini harus di hapuskan, karena tidak sesuai dengan perikemanusian dan perikeadilan”.

Ketentuan HAM dalam UUD 1945 yang menjadi basic law adalah norma tinggi yang harus di patuhi oleh Negara. Karena letaknya dalam konstitusi, maka ketentuan ketentuan mengenai HAM harus dihormati dan dijamin pelaksanaanya oleh Negara. Karena itulah pasla 28 I ayat 4 UUD 1945 menegaskan bahwa perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan HAM adalah tangung jawab Negara terutama pemerintah. Memang di dalam UUD 1945 ketentuan ketentuan yang mengatur tentang HAM relative terbatas, tetapi hal ini tidak akan menghambat penagakan ham, karena sudah dilengkapi dengan undang undang lainya, seperti UU pokok kekuasaan kehakiman, UU Hukum Acara Pidana (KUHP), UU Hak Asasi Manusia, UU Pengadialan Ham.




B.     Rumusan masalah

1.      Apa yang di maksud HAM?
2.      Bagaimana penjelasan ham di Indonesia dari masa kemasa?
3.      Bagaimana peran Pemerintah dalam menangani HAM di Indonesia saat ini?
4.      Bagaimana upaya masyarakat dalam menegakkan HAM di Indonesia saat ini?
5.      Bagaimana hukum mengatasi atas terjadinya berbagai macam pelanggaran HAM yang ada di masyarakat saat ini?

 

C.    Tujuan masalah

1.      Mendeskripsikan HAM
2.      Mendeskripsikan ham di Indonesia dari masa ke masa
3.      Mendeskripsikan peran Pemerintah dalam menangani HAM di Indonesia
4.      Mendeskripsikan upaya masyarakat dalam menegakkan HAM di Indonesia
5.      Mendeskripsikan hukum mengatasi atas terjadinya berbagai macam pelanggaran HAM yang ada di masyarakat



Bab II

A.    Tinjauan Teori

TINJAUAN KONSTITUSI INDONESIA PRA AMANDEMEN UUD 1945
1.         Indonesia di Bawah Soeharto: Orde Otoriter Baru
Kendati Soekarno sudah diangkat menjadi Presiden seumur hidup, Soeharto efektif menggantikan Soekarno pada tahun 1966, dan Orde Baru pun menggantikan Orde Lama di waktu yang sama. Tak ayal, Demokrasi Terpimpin ramuan Soekarno pun diganti Demokrasi Pancasila ala Soeharto, yang dikembangkan dari gagasan Pancasila yang dibangun Soekarno dulu, dan terdapat dalam Pembukaan UUD 1945. Pancasila, menurut Hans Antlov, adalah “kekuasaan politik melalui permusyawaratan, dengan mempertimbangkan kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, Kesatuan Indonesia, Perikemanusiaan, dan Keadilan.” Karenanya, tak heran bila di dunia nyata Demokrasi Pancasila mirip dengan Demokrasi Terpimpin. Kedua sistem ini sama-sama menggantungkan hidupnya kepada pemimpin yang otoriter, Soeharto dan Soekarno, dan sama-sama mengandalkan formulasi ideologi yang sama di dalam UUD 1945. Bahkan kondisi-kondisi tak demokratis Orde Lama yang digambarkan oleh Antlov juga berlaku pada Orde Lama.
Bagian berikut ini akan mengkaji lebih terperinci bagaimanakah rezim Orde Baru yang otoriter itu. Huntington menyatakan bahwa bentuk-bentuk spesifik rezim otoriter bercirikan; sistem satu partai, kediktatoran personal, dan rezim militeristik. Paparan berikut menunjukkan bahwa pemerintahan Soeharto memiliki semua ciri otoritarian tersebut.
Pertama, Sistem Satu Partai. Pemerintah Orde Baru dengan ketat dengan ketat sebenarnya menerapkan sistem satu partai. Sejak awal 1970-an hingga 1998, formalnya hanya tiga partai yang bisa bernafas; Golongan Karya, Partai Persatuan Pembangunan, dan Partai Demokrasi Indonesia. Dua partai yang disebut belakangan itu adalah hasil “fusi paksa” yang disponsori pemerintah terhadap sembilan partai yang eksis dalam Pemilu 1971, pemilihan umum pertama di bawah Orde baru. Kendati Golkar resminya bukan partai politik, melainkan hanya sebuah ‘kelompok fungsional’ semata, pada praktiknya, Golkar adalah satu-satunya ‘partai sejati’ sepanjang rezim Orde Baru.
Kedua, Sistem Partai Golkar Soeharto. Pemerintahan Soeharto jelas bersikap pilih kasih, dengan membeda-bedakan bobot kontrolnya di antara ketiga partai yang ada. terhadap PPP dan PDI, pemerintah bersikap jauh lebih ketat dan keras ketimbang terhadap Golkar. Golkar dengan cepat menjadi partai politik negara yang intim dengan militer Indonesia.
Ketiga, Monoloyalitas Pegawai Negeri Sipil. Salah satu diantara mekanisme yang digunakan untuk membantu Golkar, agar selalu menang dalam setiap Pemilu, adalah kewajiban bagi para pegawai negeri sipil untuk selalu mendukung Golkar. Semua PNS secara otomatis menjadi anggota Korpri, sebuah lembaga yang setali tiga uang dengan Golkar, dan sejak awal 1970-an semua anggota Korpri diwajibkan menandatangani sebuah surat yang menyatakan ‘monoloyalitas’ mereka kepada Golkar. Mereka yang melanggarnya dianggap telah melakukan tindak penghianatan politik, dan hal demikian sudah cukup untuk menjadi alasan pemecatan.
Keempat, Kebijakan Massa Mengambang. Konsep lain yang sangat menguntungkan Golkar adalah “massa mengambang.” Konsep ini mendepolitisasi rakyat pedesaan dengan cara menutup cabang partai di bawah tingkat kabupaten. Kebijakan ini banyak membatasi kapasitas dua partai lainnya, PPP dan PDI untuk menyambangi konstituen mereka. Tetapi karena Golkar mengklaim bahwa secara formal dirinya bukan partai politik, kebijakan massa mengambang ini sama sekali tidak membatasi kampanye partai pemerintah. Golkar bisa memanfaatkan pejabat lokal untuk memobilisasi suara dan melancarkan kampanye secara terang-terangan. Kebijakan ini sangat besar artinya bagi kemenangan-kemenangan Golkar, karena sebagian besar penduduk Indonesia tinggal di wilayah pedesaan. Kelima, Sumber Daya Finansial. Satu variabel yang ikut urun rembuk dalam kemenangan-kemenangan Golkar, adalah tidak adilnya distribusi finansial di antara ketiga partai. Semua partai politik menerima dana publik untuk menyokong aktivitas mereka. PDI dan PPP sangat tergantung pada batuan ini untuk kampanye mereka. Tetapi tidak mudah bagi kedua partai tersebut untuk menggalang dana dan dukungan dari kalangan bisnis, terutama mengingat bahwa kalangan pengusaha paham betul bahwa kedua partai tersebut tidak mempunyai peluang sedikit pun peluang untuk memenangi Pemilu, kecuali Golkar.
Keenam, Akses ke Media. Seperti halnya dalam masalah tidak adilnya pembagian sumber daya finansial, PPP dan PDI juga harus merasakan sikap pilih kasih dari pemerintah dalam soal akses mereka kepada media. Contoh nyatanya adalah soal liputan TVRI stasiun televisi milik negara yang tidak berimbang.
Ketujuh, Komisi Pemilihan Umum. Faktor lain yang menguntungkan Golkar adalah status KPU sebagai badan yang bertanggung jawab melaksanakan Pemilu. Fakta bahwa KPU diketuai oleh Menteri Dalam Negeri, seorang anggota Golkar, menjelaskan mengapa Komisi ini bukanlah sebuah badan legal yang independen, suatu syarat dasar bagi terlaksananya sebuah Pemilu yang jujur dan adil.
Sebagai kesimpulan, ketiga partai pada zaman Orde Baru hanyalah kamuflase bagi sistem ‘satu partai’ yang dijalankan oleh Soeharto, dengan kata lain struktur kepartaian ini sebagai sebuah “sistem partai hegemonik yang dipimpin oleh Golkar.”
2.         Otoritarianisme dalam UUD 1945
Hubungan antara UUD 1945 dan rezim otoriter Orde Baru Soeharto sangatlah jelas. UUD 1945 mempunyai peran sentral bagi hadirnya konsepsi Soeharto tentang rezim Orde baru, dengan didominasinya kekuasaan pemerintahan oleh Presiden.
a.         Konstitusi yang ‘Sarat-Eksekutif’
UUD 1945 adalah sebuah konstitusi yang ‘sarat-eksekutif.’ Ini berati bahwa Konstitusi ini memberikan begitu banyak kekuasaan kepada eksekutif, tanpa menyertakan sistem kontrol konstitusional yang memadai. Di bawah UUD 1945, Presiden adalah Kepala Pemerintahan dan Kepala Negara. Sebagai Kepala Pemerintahan atau Kepala Eksekutif, Presiden memiliki kewenangan eksklusif atas menteri-menteri dan pembentukan kabinet, Pasal 17 ayat (1) dan (2). Sebagai Kepala Negara, Presiden memegang kekuasaan untuk:
  1. Menjadi Panglima Tertinggi Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara.
  2. Menyatakan perang, membuat perdamaian, dan menandatangani perjanjian dengan negara lain (Pasal 11).
  3. Menyatakan keadaan darurat (Pasal 12).
  4. Mengangkat duta besar dan konsul, dan menerima surat-surat kepercayaan duta besar negara sahabat (Pasal 13).
  5. Memberi gelar, tanda jasa, dan tanda-tanda kehormatan lainnya (Pasal 15).
Kecuali untuk kekuasaan menyatakan perang, membuat perdamaian, dan meneken perjanjian internasional, yang kesemuanya harus dengan persetujuan DPR (Pasal 11), tak satu pun di antara kekuasaan Presiden tersebut harus mendapat persetujuan atau konfirmasi dari lembaga-lembaga negara lainnya. Bahkan Batang Tubuh UUD 1945 tidak memberikan kewenangan kepada DPR untuk melakukan pengawasan, sekalipun menurut Penjelasan UUD 1945, DPR harus “senantiasa mengawasi tindakan-tindakan Presiden.”
Pada praktiknya, kekuasaan Presiden yang luas dan sebagian besar tak terkontrol ini digunakan Soeharto sebagai landasan hukum untuk memilih orang pilihannya untuk menduduki posisi-posisi strategis. Tak heran bila Soeharto berhasil mengendalikan birokrasi, militer, lembaga legislatif, dan yudikatif. Pada dasarnya ia adalah satu-satunya pemegang kekuasaan yang memiliki wewenang untuk mengangkat dan memecat siapa pun sekehendaknya.
Sistem UUD 1945 menjadi lebih ‘sarat-eksekutif’ karena, disamping kekuasaan-kekuasaan eksekutifnya yang sedemikian besar, Presiden juga memiliki kekuasaan legislatif. UUD 1945 jelas menyatakan bahwa; “Presiden memegang kekuasaan membentuk undang-undang dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat. Kecuali executive power, Presiden bersama-sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat menjalankan legislative power dalam negara





Bab III

Pembahasaan


A.    HAM ( Hak Asasi Manusia)

Hak asasi manusia adalah hak hak yang telah di punyai seseorang sejak ia dalam kandungan. HAM berlaku secara universal. Dasar Dasar Ham tertuang dalam deklarasi kemerdekaan amerika serikat (Dekralatian Of Independence Of USA) dan tercantum dalam UUD 1945 Republik Indonesia, seperti pada pasal 27 ayat 1,pasal 28, pasal 29 ayat 2, dan pasal 31 ayat 1.

Dalam teori perjanjian bernegara, adanya pactum unions dan pactum subjektionis, pactum union adalah perjanjian antara individu individu atau kelompok kelompok masyarakt membentuk suatu Negara, sedangkan pactum unions aslah perjanjian atara warga Negara dengan penguasa yang dipilih diantara warga Negara tersebut (pactum unionis). Thonmas hobbes mengakui adanya pactum subjectionis mengakui adanya pactum unionis dan pactum subjectionis dan Jj Roessaeu mengakui adanya pactum unionis. Ketiga paham ini berpendapat demikian. Namun pada intinya teori perjanjian ini mengamankan adanya perlindungan hak asasi warga Negara yang harus di jamain oleh penguasa, bentuk jaminan itu mustilah tertuang dalam konstitusi (perjanjian bernegara).

Dalam kaitanya dengan itu, HAM adalah hak fundamental yang tak dapat dicabut yang mana karena manusia adalah seorang manusia, misalnya dalam kemerdekaan amerika atau deklarasi prancis. HAM yang di rujuk sekarang adalah seperangkat hak yang diangkat oleh PBB sejak berakhir perang dunia ke 2 yang tidak menganal berbagai batasan batasan kenegaraan. Sebagai konsekuensinya, Negara Negara tidak bisa berkelit untuk tidak melindungi HAM yang bukan warga negaranya. Dengan kata lain, selama menyangkut persoalan HAM setiap Negara, tanpa kecuali, pada tataran tertentu memiliki tanggung jawab, utamanya terkait pemenuhan ham pribadi pribadi yang ada di dalam juridiksinya, termaksud orang asing sekalipun. oleh karenanya, pada tataran tertentu, akan menjadi sangat salah untuk mengindentikan atau menyamakan antara HAM dan hak hak yang dimiliki warga Negara. HAM dimiliki oleh siapa saja, sepanjang ia bisa di sebut sebagai manusia.

Alasan di atas pula yang menyebabkan HAM bagian integral dari kajian dalam disiplin ilmu hukum internasional. Oleh karenanya bukan suatu yang kontroversial bila komunitas internasional memiliki kepedulian serius dan nyata terhadap isu HAM di tingkat domestic. Malahan, peran komunitas internasional sangat pokok dalam perlindungan HAM karena sifat dan watak ham itu sendiri yang merupakan mekanisme pertahanan dan perlindungan individu terhadap kekuasaan Negara yang sangat rentan untuk di salah gunakan, sebagaian telah sering dibuktikan sejarah umat manusia sendiri contoh pelanggaran ham:

1.      Penindasan dan merampas hak rakyat dalam oposisi dengan sewenang wenang.
2.      Menghambat dan membatasi kebebasan pers, pendapat dan berkumpul bagi hak rakyat dan oposisi.
3.      Hukum (aturan dan/atau uu) di perlakukan tidak adil dan tidak manusiawi.
4.      Manipulative dan membuat aturan pemilu sesuai dengan keinginan penguasa dan partai tiran/otoriter tanpa ikut / hadir rakyat dan oposisi.
5.      Penegakan hukum dan atau petugas keamanan melakukan  kekerasan terhadap rakyat dan oposisi dimanapun.

B.     HAM Di Indonesia Dari Masa Kemasa.

Wacana HAM di Indonesia yang telah berlangsung seiring berdirinya Negara kesatuan republic Indonesia. HAM di Indonesia di bagi menjadi dua priode sebelum kemerdekaan (1908-1945) dan sesudah kemerdekaan (1945-sampai sekarang)
a)      Periode sebelum kemerdekaan (1908-1945)
Pemikiran HAM pada masa sebelum kemerdekaan dapat di lihat dalam sejarah kemunculan organisasi. Pergerakan Nasional Budi Utomo (1908), Serekat Islam (1911), Indesche Partij (1912), Perhimpunan Indonesia (1925), Partai Nasional Indonesia (1927). Lahirnya pergerakan pergerakan seperti ini tak lepas dari pelanggaran HAM yang dilakukan oleh penguasa (penjajah). Dalam sejarah pemikiran HAM di Indonesia Budi Utomo merupakan organisasi pertama yang menyuarakan kesadaran berserikat dan mengeluarkan pendapat melaui petisi petisi yang di tujukan ke pada pemarintah colonial maupun lewat tulisan disurat kabar.
b)      Periode setelah kemerdekaan (1945 sampai sekarang)
Perdebatan tentang HAM berlanjut sampai periode paska kemerdekaan:
1.      Periode 1945-1950
Pemikiran ini di kenal denga periode parlemanter, menurut catatan Bagir Manan, masa gemilang sejarah HAM di Indonesia tecemin dalam indicator am:
·         Munculnya partai politk dengan barbagai idiologi
·         Adanya kebebasan pers
·         Pelaksanaan pemilihan umum secara aman, bebas dan demokratis
·         Control parlemen atas eksekutif
2.      Periode 1945-1966
Periode ini merupakan masa berakhirnya demokrasi liberal dan digantikan dengan demokrsi terpimpin yang tepusat pada kekuasaan Presiden Soekarno, demokrasi terpimpin tidak lain sebagai bentuk penolakann Presiden Soekarno terhadap demokrasi parlementer yang di nilai merupakan produk barat.
3.      Periode Paska Orde Baru
Tahun 1998 adalah era paling penting dalam sejarah HAM di Indonesia, setelah terbebas dari pasungan rezim orde baru dan merupakan awal datangnya era demokrasi dan HAM yang kala itu di pimpin oleh Bj Habibie yang menjabat sebagai Wakil Presiden. Pada masa pemerintahan terhadap pelaksanan HAM mengalami perkembangan yang sangat signifikan, lahirnya TAP MPR NO XVII/MPR/1998 tentang HAM merupakan salah satu indikator pemerintahan era reformasi. Komitmen pemerintah juga ditujukkan dengan pengesahan tentang salah satunya UU NO 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak, pengesahan UU NO 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Rumah Tangga.

C.    Peran Pemerintah Dalam Menangani Ham Di Indonesia.

Pemerintah sangat seruis menegakkan HAM, hal ini dapat kita lihat dari beberapa upaya pemerintah sebagai berikut:
a)      Komitmen pemerintah Indonesia dalam mewujudkan penegakan HAM, antara lain telah di tunjukkan dalam prioritas pembangunan nasional tahun 2000-2004 (PROPENAS) dengan pembentukan kelembagaan yang terkait dengan HAM. Dalam kelembagaan telah dibentuk Komisi Nasional Hak Asasi Manusia dengan Kapres No 50 tahun 1993, serta pembentukan komisi anti kekerasan terhadap perempuan.
b)      Pengeluaran Undang Undang No 39 tahun 1999 tentang hak asasi manusia, Undang Undang No 39 tahun 1999 tantang hak asasi manusi yang berbunyi :”Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esah dan merupakan anugerah yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia

D.    Upaya Masyarakat Dalam Nenegakkan Ham

Peran masyarakat sangat penting dalam penegakan Hak Asasi Manusi. Tanpa partisipasi masyarakat dan dukunganya maka penagakan hak asasi manusia akan menjadi sia sia. Peran dan partisipasi itu juga diatur di dalam UU NO 39 tahun 1999 itu. Peran itu dapat dilakukan oleh perorangan, kelompok, organisasi politik, organiasai kelompok, organisasi pemerintah, organisasi masyarkat, lembaga swadaya masyarakat atau lembaga kemasyarakatan lainnya. Semua elemen tersebut mempunyai hak untuk berpartisipasi dalam perlindungan, penegkan dan pemajuan hak asasi manusia pasal 100.

Penegakan ham di Negara kita tidak akan berhasil jika hanya mengandalkan tindakan dari pemerintah. Peran serta lembaga independen dan masyarakat sangat di perlukan. Upaya penagakan hak asasi manusia ini akan memberikan hasil yang maksimal manakala di dukung Komnas Ham tidak akan efektif apabila tidak ada dukungan dari masyarakat.

Sebagai contoh, Komnas Ham telah bertekad untuk memaksimalkan pelayanan kepada masyarakat denga membuka kotak pengaduan dari masyarakat, tekat dan usah ini tidak akan berhasil apabila masyarakat enggan atau memilih diam terhadap berbagai praktik pelangaran HAM. Oleh karena itu, partisipasi masyarakat untuk bersama sama mengupayakan penegakan ham sangat di butuhkan

Bentuk bentuk partisipasi masyarakat dapat diwujudkan melaui hal hal berikut:
1.      Menyampaikan laporan atau pengaduan atas terjadinya pelanggaran ham kepada komnas ham atau lembaga berwenang lainnya.
2.      Masyarakat juga dapat berpartisipasi dalam bentuk usulan mengenai perumusan kebijakan yang berkaitan dengan hak asasi manusia kepada Komnas Ham atau lembaga berkaitan lainya.
3.      Masyarakat dapat berkerjasama dengan Komnas Ham untuk meneliti, memberi pendidikan, dan menyebarluaskan informasi mengenai ham pada segenap lapisan masyarakat.
Peran masyarakat terhadap upaya penegakan ham. Misalnya muncul berbagai aktivis dan advokasi LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat). Para aktivis dapat mengontrol atau mengkritisi kebijakan pemerintah yang rawan terhadap pelanggaran ham. Mereka juga dapat mendata kasus kasus pelangaran dan melakukan pembalaan atau pendampingan. LSM tersebut bisa menangani berbagai masalah, misalnya masalah kesehatan masyarakat,korupsi, demokrasi, pendidikan, kemiskinan, lingkungan , penegakan hukum.

Kehadiran LSM LSM ini dapat menjadi kekuatan penyeimbang sekaligus pengontrol langkah langkah pemerintah dalam pelaksanaan ham di Indonesia. Namun kiranya penegakan ham juga harus mencermati kepentingan nasional, artinya tidak sekedar menjadi alat kepentingan asing, sementara disisi lain terdapat Negara yang mensponsori berbagai lembaga nonpemerintah (LSM) untuk menegakkan ham terhadap beberapa isu, tetapi Negara sponsor tersebut juga melakukan pelanggaran ham terhadap Negara lainnya atau terhadap warga negaranya sendiri dengan menerapkan standart ganda. Untuk itu mari kita semua membangun iklim Negara Indonesia yang demokratis, yang menghormati ham yang di dasari oleh kepentingan nasional kita dalam rangka mencapai Indonesia mencapai Indonesia yang kita citakan.

E.     Hukum Mengatasi Atas Terjadinya Berbagai Macam Pelanggaran Ham Yang Ada Di Masyarakat


kasus pelanggarna ham akan senangtiasa terjadi jika tidak secepatnya ditangani. Negara yang tidak secepatnya menangani kasus pelanggaran ham yang terjadi di negaranya akan disebut sebagai Negara Unwillingness State atau negar yang tidak mempunyai kemauan menegakkan ham. Kasus pelanggaran ham yang terjadi di Negara tersebut akan disidangkan oleh mahkama internasional. Hal tersebut jatuh dalam pergaulan bangsa bangsa yang beradap.

Sebagai Negara hukum yang beradap, tentu saja Indonesia tidak mau di sebut sebagai Unwillingness State. Indonesia selalu menangani sendiri kasus pelanggaran ham yang terjadi di negaranya tanpa bantuan dari mahkama internasional. contoh kasus yang dikemukakan pada bagian Negara kita ada proses peradilan untuk menangani maslah ham terutama yang sifatnya berat. Sebelum berlakunya Undang Undang Republik Indinesia No 26 tahun 2000 tantang pengadilan ham, kasus pelanggaran ham diperiksa dan diselesaikan di pengadialan ham , kasus pelangaran ham as hoc yang dibentuk berdasarkan keputusan presiden dan berada di lingkungan peradilan umum.

Penahana untuk pemeriksaan dalam siding di pengadilanham dapat dilakukan paling lama 90 hari dan dapat diperpanjang paling lam 30 hari oleh pengadilan negeri sesuai dengan daerah hukumanya. Penahanan di pengadilan tinggi dilakukan paling lama 30 hari. Penahan di mahkamah agung paling lama 30 hari. Penahanan di Mahkama Agung paling lama 60 hari dan dapat diperjang paling lama 30 hari. Adapun penyelidikan ini terhad apa pelangaran hak asai manusia yang berat dulakukan oleh Komnas Ham. Dalam melakukan penyelidikan, Komnas Ham dapat membentuk tim ad hoc yang terdiri dari komnas ham dan unsur masyarkat. hasil penyelidikan komnas ham yang berupa laporan pelanggaran Hak Asasi Manusia , diserahkan berkasnya kepada penyelidik, jaksa agung wajib menindak lanjuti laporan dari komnas ham tersebut . jaksa agung sebagai penyelidik ad hoc yang terdiri dari unsur pemerintah dan masyarakat


Bab IV

A.    Kesimpulan

Di Era Globalisasi yang maju ini, banyak ataupun sebagian pihak memandang remeh ham atau memandang ham itu sudah tida di perlukan lagi, serta kemudian seenaknya atau seenaknya atau semenah menah melanggar hak orang lain. Pelanggaran ham juga telah menjadi mandate (kebiasaan) bagi beberapa pihak serta pelanggaran ham juga menjadi berita yang banyak di cari oleh banyak media massa. Untuk menjamin hak asasi manusia bagi tiap tiap individu secara pribadi dan kelompok harus di usahakan melalui berbagai macam cara oleh pemerintah. Lembag pemerintahan dan lembaga swadaya masyarakat sehingah secara berangsur angsur pelaksanaan dan perlindungan hak asasi di Indonesia semakin baik sehingga bisa meningkatkan harkat dan martabat manusia sebagai mahluk yang sempurna di banding mahkluk lainya. Sebagai bentuk penegakkan ham, pemerintah membentuk lembaga independent. Komisi nasional hak asasi manusia (Komnas Ham), melaui keputusan presiden no.50 tahun 1993. Fungsi komnas ham adalah sebagai data dan fakta dari kasus yang di duga melanggar ham. Penegakan ham di perkuat dengan di keluarkannya undang undang no 39 tahun 1999 tentang” pelaksanaan ham di Indonesia “ dan undang undang no 26 tahun 2000 tentang pengadialan ham, serta tap mpr no.XVII/mpr/1998 memuat piagam hak asasi manusia. Namun lembaga perlindungan ham tersebut yang berada dari fungsi sebenernya di ciptakannya lembaga tersebut, serta lembaga tersebut sudah tidak menuju pada kebenarannya dan merujuk pada undang undang lagi. Jadi kesimpulanya kita tidak harus berpangku tangan atau mengandalkan pada lembga perlindungan ham saja. Tetapi kita harus ikut serta dan sadar akan penegakan ham itu sendiri juga asa pada gemgaman tangan kita sendiri.

B.     Saran

Semoga  dengan di buatnya laporan ini kita dapat mengetahui apa yang di maksud dengan ham, dan juga selalu berusaha untuk mempertahankan dan menggunakan hak kita sebaik mugkin. Seharusnya dan sebaiknya kita dapat memanfaatkan dan mengunakan hak kita dengan sebaik mungkin tanpa melanggar atau melewati betasn batsan yang ada. Jadi kita harus ikut dan bersedia berperan serta dalam upaya penegakan ham, agar tercapai dan tercipta kehidupan yang damai, tentam, dan sejahtera. Lembaha perlindungan ham seharusnya tetep menuju pada kebenaran dan berpegang teguh pada undang undang yang berlaku serta pancasila. Itu buakan hanya uantk lembaga perlindungan ham saja tetepi juga untuk lembaga lembaga lainnya yang ada di Negara ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar