Ditulis
Sebagai Persyaratan Mata Kuliah Pendidikan Kewarganegaraan
Oleh:
Nama : Duwi Rahayu
No Absen :
18
Nim :
201510160311018
Universitas Muhammadiyah Malang
Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Jurusan
Manajemen
IA 2015
Daftar isi
Kata pengantar
Puji
syukur kehadiran Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat,inayah
taufik dan hidayahnya sehingga penulisan makalah yang berjudul Pentingnya HAM
Dalam Amandemen UUD RI Tahun 1945, ini dapat selesai sesuai waktu yang telah di
tentukan. Makalah ini di susun untuk memenuhi ketuntasan nilai dalam mata
kuliah Pendidikan Kewarganegaraan. Makalah ini berisi tentang Pentingnya HAM
Dalam Amandemen UUD RI Tahun 1945.
Harapan
saya semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan tentang HAM di Indonesia
sehinggah saya dapat memperbaiki bentuk maupun isi makalah ini sehinggah
kedepannya dapat lebih baik
Makalah
ini saya akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang saya miliki masih
sangat kurang. Pada kesempatan ini saya mengucapkan terima kasih kepada Drs
Katino Wihatmo, Mm. selaku guru mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan dan
kepada semua pihak yang telah memberi kritik dan saran dalam rangka
menyempurnakan makalah ini.
Semoga bermanfaat
Bab I
Pendahuluan
A. Latar belakang
Indonesia
memiliki konstitusi dasar yang disebut dengan undang undang dasar 1945 (UUD
1945). Semenjak masa reformasi hingga sekarang Undang Undang Dasar 1945 telah
mengalami amandemen atau perubahan sebanyak empat kali yaitu:
1. Perubahan
pertama, disahkan 19 oktober 1999
2. Perubahan
kedua disahkan 18 agustus 2000
3. Perubahan
ketiga disahkan 10 november 2001
4. Perubahan
keempat, di sahkan 10 agustus 2002
Bagaimanapun,
amandemen UUD 1945 masih jauh dari kata sempurna. Masih banyak problem
kebangsaan yang mustinya diatur langsung dalam UUD, namun belum/tidak
dicantumkan di dalamnya. Sebaliknya ada beberapa poin yang mustinya tidak
dimasukkan. Tetapi di masukkan dalam UUD. Salah satu poin penting yang terdapat
dalam amandemen UUD 1945 adalah mengenai hak asasi manusia yang merupakan hak dasar yang melekat pada
manusia sebagai insan ciptaan Tuhan yang dimiliki menurut kodratnya dan tidak
dapat di pisahkan dari hakikatnya yang bersifat luhur dan suci.
UUD
1945 bukanlah sekedar cita cita atau dokumen bernegara, tetepi ia harus di
wujudkan dalam berbagai persoalan bangsa akhir akhir ini. Misalnya, kenyataan
masih seringnya pelanggaran HAM terjadi di negeri ini, antara lain kasus
terbunuhnya aktivis munir , kasus pergusuran warga, jual beli bayi, aborsi, dan
seterusnya. Di bidang HAM masih banyak terjadi perilaku diskriminasi antara
sikaya dan si miskin yang sering orang berkata “ hukum bak pisau yang tajam
kebawah tetapi tumpul ke atas” yang mencerminkan hukum yang ada saat ini.
Realitas kehidupan di atas hendaknya menjadi bahan refleksi bagi bangsa
Indonesia saat ini.
Dalam hal ini, amandemen Undang Undang Dasar 1945
di nilai belum transparantif. Konstitusi ini masih bersifat parsial, lebih
fokus pada aspek restriktif Negara dan aspek protektiv individu dalam Hak Asasi
Manusia. Tiga hal yang belum d sentuh amandemen UUD 1945 adalah bagaimana cara
rakyat menarik kedaulatanya, penegasan mengenai supremasi otoritas sipil atas
militer, serta penegasan dan penjaminan otonomi khusus dalam konstitusi.
Meski
demikian, amandemen UUD 1945 sesungguhnya telah memuat begitu banyak pasal
tentang pengakuan Hak Asasi Manusia. Memang UUD 1945 sebelum amandemen, boleh
dibilang sangat sedikit memuat ketentuan ketentuan tentang hal itu, sehingga
mejadi bahan kritik, baik para pakar konstitusi, maupun politisi dan aktivis HAM.
Dimasukkannya pasal pasal HAM memang menandai era baru Indonesia, yang kita
harapkan akan lebih memperhatikan hal hal yang berkaitan dengan hak asasi
manusia. Pemerintah dan DPR, juga telah mengesahkan berbagai intrumen HAM Internasional,
disamping juga mengesahkan undang undang tentang HAM.
Kecurigaan
bahwa konsep HAM yang dianuat Indonesia selama ini dari barat diantisipasi oleh
amandemen pada pasal pasal 28J UUD 1945 yang mengatur tentang adanya pembatasan
HAM. Karena itu, pemahaman terhadap pasal 28 J pada saat itu adalah pasal
mengenai pembatasan HAM yang bersifat sangat bebas dan individualistis itu dan
sekaligus pasala mengenai kewajiban asasi. Jadi tidak saja hak asasi tetapi
kewajiban asasi.
Di
banding dengan Undang Undang Dasar Sementara 1950, ketentuan hak asasi manusia
di dalam Undang Undang Dasar 1945 relatif sedikit hanya 7 pasal, yaitu 27, 28,
29, 30, 31 , 31 dan 34. Sedangkan didalam Undang Undang Dasar Sementara 1950 di
dapati cukup lengkap pasal pasal HAM, yaitu 35 pasal, yakni dari pasal 2 sampai
dengan pasal 42. Jumlah pasal dalam UUDS 1950 hampir sama dengan yang tercantum
di dalam Universal Declaration Of Human Right
Meskipun
UUD 1945 tidak banyak mencantumkan pasal tentang HAM, kekurangan tersebut telah
dipenuhi dengan lahirnya sejumlah undang undang antara lain UU NO 14 tahun 1970
dan UU NO 8 tahun 1981 yang mencantumkan banyak ketentuan tentang HAM, UU NO 14
tahun 1970 memuat pasal 8 tentang HAM, sedangkan UU NO 8 tahun 1981 memuat 40
pasal. Di dalam pembukaan UUD 1945 di dapati tentang suatu pernyataan yang
mencerminkan tekat bangsa Indonesia untuk menegakkan HAM. “bahwa sesungguhnya
kemerdekaan itu adalah hak segala bangsa, oleh sebab itu, makan penjajahan di
atas dunia ini harus di hapuskan, karena tidak sesuai dengan perikemanusian dan
perikeadilan”.
Ketentuan
HAM dalam UUD 1945 yang menjadi basic law
adalah norma tinggi yang harus di patuhi oleh Negara. Karena letaknya dalam
konstitusi, maka ketentuan ketentuan mengenai HAM harus dihormati dan dijamin
pelaksanaanya oleh Negara. Karena itulah pasla 28 I ayat 4 UUD 1945 menegaskan
bahwa perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan HAM adalah tangung jawab
Negara terutama pemerintah. Memang di dalam UUD 1945 ketentuan ketentuan yang
mengatur tentang HAM relative terbatas, tetapi hal ini tidak akan menghambat
penagakan ham, karena sudah dilengkapi dengan undang undang lainya, seperti UU
pokok kekuasaan kehakiman, UU Hukum Acara Pidana (KUHP), UU Hak Asasi Manusia, UU
Pengadialan Ham.
B. Rumusan masalah
1. Apa
yang di maksud HAM?
2. Bagaimana
penjelasan ham di Indonesia dari masa kemasa?
3. Bagaimana
peran Pemerintah dalam menangani HAM di Indonesia saat ini?
4. Bagaimana
upaya masyarakat dalam menegakkan HAM di Indonesia saat ini?
5. Bagaimana
hukum mengatasi atas terjadinya berbagai macam pelanggaran HAM yang ada di
masyarakat saat ini?
C. Tujuan masalah
1. Mendeskripsikan
HAM
2. Mendeskripsikan
ham di Indonesia dari masa ke masa
3. Mendeskripsikan
peran Pemerintah dalam menangani HAM di Indonesia
4. Mendeskripsikan
upaya masyarakat dalam menegakkan HAM di Indonesia
5. Mendeskripsikan
hukum mengatasi atas terjadinya berbagai macam pelanggaran HAM yang ada di
masyarakat
Bab II
A. Tinjauan Teori
TINJAUAN KONSTITUSI INDONESIA PRA AMANDEMEN UUD 19451. Indonesia di Bawah Soeharto: Orde Otoriter Baru
Kendati Soekarno sudah diangkat
menjadi Presiden seumur hidup, Soeharto efektif menggantikan Soekarno pada
tahun 1966, dan Orde Baru pun menggantikan Orde Lama di waktu yang sama. Tak
ayal, Demokrasi Terpimpin ramuan Soekarno pun diganti Demokrasi Pancasila ala
Soeharto, yang dikembangkan dari gagasan Pancasila yang dibangun Soekarno dulu,
dan terdapat dalam Pembukaan UUD 1945. Pancasila, menurut Hans Antlov, adalah
“kekuasaan politik melalui permusyawaratan, dengan mempertimbangkan kepercayaan
kepada Tuhan Yang Maha Esa, Kesatuan Indonesia, Perikemanusiaan, dan Keadilan.”
Karenanya, tak heran bila di dunia nyata Demokrasi Pancasila mirip dengan
Demokrasi Terpimpin. Kedua sistem ini sama-sama menggantungkan hidupnya kepada
pemimpin yang otoriter, Soeharto dan Soekarno, dan sama-sama mengandalkan
formulasi ideologi yang sama di dalam UUD 1945. Bahkan kondisi-kondisi tak
demokratis Orde Lama yang digambarkan oleh Antlov juga berlaku pada Orde Lama.
Bagian berikut ini akan mengkaji
lebih terperinci bagaimanakah rezim Orde Baru yang otoriter itu. Huntington
menyatakan bahwa bentuk-bentuk spesifik rezim otoriter bercirikan; sistem satu
partai, kediktatoran personal, dan rezim militeristik. Paparan berikut
menunjukkan bahwa pemerintahan Soeharto memiliki semua ciri otoritarian
tersebut.
Pertama, Sistem Satu Partai. Pemerintah Orde Baru dengan ketat dengan ketat
sebenarnya menerapkan sistem satu partai. Sejak awal 1970-an hingga 1998, formalnya
hanya tiga partai yang bisa bernafas; Golongan Karya, Partai Persatuan
Pembangunan, dan Partai Demokrasi Indonesia. Dua partai yang disebut belakangan
itu adalah hasil “fusi paksa” yang disponsori pemerintah terhadap sembilan
partai yang eksis dalam Pemilu 1971, pemilihan umum pertama di bawah Orde baru.
Kendati Golkar resminya bukan partai politik, melainkan hanya sebuah ‘kelompok
fungsional’ semata, pada praktiknya, Golkar adalah satu-satunya ‘partai sejati’
sepanjang rezim Orde Baru.
Kedua, Sistem Partai Golkar Soeharto. Pemerintahan Soeharto jelas
bersikap pilih kasih, dengan membeda-bedakan bobot kontrolnya di antara ketiga
partai yang ada. terhadap PPP dan PDI, pemerintah bersikap jauh lebih ketat dan
keras ketimbang terhadap Golkar. Golkar dengan cepat menjadi partai politik
negara yang intim dengan militer Indonesia.
Ketiga, Monoloyalitas Pegawai Negeri Sipil. Salah satu diantara mekanisme
yang digunakan untuk membantu Golkar, agar selalu menang dalam setiap Pemilu,
adalah kewajiban bagi para pegawai negeri sipil untuk selalu mendukung Golkar.
Semua PNS secara otomatis menjadi anggota Korpri, sebuah lembaga yang setali
tiga uang dengan Golkar, dan sejak awal 1970-an semua anggota Korpri diwajibkan
menandatangani sebuah surat yang menyatakan ‘monoloyalitas’ mereka kepada
Golkar. Mereka yang melanggarnya dianggap telah melakukan tindak penghianatan
politik, dan hal demikian sudah cukup untuk menjadi alasan pemecatan.
Keempat, Kebijakan Massa Mengambang. Konsep lain yang sangat menguntungkan
Golkar adalah “massa mengambang.” Konsep ini mendepolitisasi rakyat pedesaan
dengan cara menutup cabang partai di bawah tingkat kabupaten. Kebijakan ini
banyak membatasi kapasitas dua partai lainnya, PPP dan PDI untuk menyambangi
konstituen mereka. Tetapi karena Golkar mengklaim bahwa secara formal dirinya
bukan partai politik, kebijakan massa mengambang ini sama sekali tidak
membatasi kampanye partai pemerintah. Golkar bisa memanfaatkan pejabat lokal
untuk memobilisasi suara dan melancarkan kampanye secara terang-terangan.
Kebijakan ini sangat besar artinya bagi kemenangan-kemenangan Golkar, karena
sebagian besar penduduk Indonesia tinggal di wilayah pedesaan. Kelima,
Sumber Daya Finansial. Satu variabel yang ikut urun rembuk dalam
kemenangan-kemenangan Golkar, adalah tidak adilnya distribusi finansial di
antara ketiga partai. Semua partai politik menerima dana publik untuk menyokong
aktivitas mereka. PDI dan PPP sangat tergantung pada batuan ini untuk kampanye
mereka. Tetapi tidak mudah bagi kedua partai tersebut untuk menggalang dana dan
dukungan dari kalangan bisnis, terutama mengingat bahwa kalangan pengusaha
paham betul bahwa kedua partai tersebut tidak mempunyai peluang sedikit pun
peluang untuk memenangi Pemilu, kecuali Golkar.
Keenam, Akses ke Media. Seperti halnya dalam masalah tidak adilnya
pembagian sumber daya finansial, PPP dan PDI juga harus merasakan sikap pilih
kasih dari pemerintah dalam soal akses mereka kepada media. Contoh nyatanya
adalah soal liputan TVRI stasiun televisi milik negara yang tidak berimbang.
Ketujuh, Komisi Pemilihan Umum. Faktor lain yang menguntungkan Golkar
adalah status KPU sebagai badan yang bertanggung jawab melaksanakan Pemilu.
Fakta bahwa KPU diketuai oleh Menteri Dalam Negeri, seorang anggota Golkar,
menjelaskan mengapa Komisi ini bukanlah sebuah badan legal yang independen,
suatu syarat dasar bagi terlaksananya sebuah Pemilu yang jujur dan adil.
Sebagai kesimpulan, ketiga
partai pada zaman Orde Baru hanyalah kamuflase bagi sistem ‘satu partai’ yang
dijalankan oleh Soeharto, dengan kata lain struktur kepartaian ini sebagai
sebuah “sistem partai hegemonik yang dipimpin oleh Golkar.”
2.
Otoritarianisme dalam UUD 1945
Hubungan antara UUD 1945 dan
rezim otoriter Orde Baru Soeharto sangatlah jelas. UUD 1945 mempunyai peran
sentral bagi hadirnya konsepsi Soeharto tentang rezim Orde baru, dengan
didominasinya kekuasaan pemerintahan oleh Presiden.
a.
Konstitusi yang ‘Sarat-Eksekutif’
UUD 1945 adalah sebuah
konstitusi yang ‘sarat-eksekutif.’ Ini berati bahwa Konstitusi ini memberikan
begitu banyak kekuasaan kepada eksekutif, tanpa menyertakan sistem kontrol
konstitusional yang memadai. Di bawah UUD 1945, Presiden adalah Kepala
Pemerintahan dan Kepala Negara. Sebagai Kepala Pemerintahan atau Kepala
Eksekutif, Presiden memiliki kewenangan eksklusif atas menteri-menteri dan
pembentukan kabinet, Pasal 17 ayat (1) dan (2). Sebagai Kepala Negara, Presiden
memegang kekuasaan untuk:
- Menjadi Panglima Tertinggi Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara.
- Menyatakan perang, membuat perdamaian, dan menandatangani perjanjian dengan negara lain (Pasal 11).
- Menyatakan keadaan darurat (Pasal 12).
- Mengangkat duta besar dan konsul, dan menerima surat-surat kepercayaan duta besar negara sahabat (Pasal 13).
- Memberi gelar, tanda jasa, dan tanda-tanda kehormatan lainnya (Pasal 15).
Kecuali untuk kekuasaan
menyatakan perang, membuat perdamaian, dan meneken perjanjian internasional,
yang kesemuanya harus dengan persetujuan DPR (Pasal 11), tak satu pun di antara
kekuasaan Presiden tersebut harus mendapat persetujuan atau konfirmasi dari
lembaga-lembaga negara lainnya. Bahkan Batang Tubuh UUD 1945 tidak memberikan
kewenangan kepada DPR untuk melakukan pengawasan, sekalipun menurut Penjelasan
UUD 1945, DPR harus “senantiasa mengawasi tindakan-tindakan Presiden.”
Pada praktiknya, kekuasaan
Presiden yang luas dan sebagian besar tak terkontrol ini digunakan Soeharto
sebagai landasan hukum untuk memilih orang pilihannya untuk menduduki
posisi-posisi strategis. Tak heran bila Soeharto berhasil mengendalikan
birokrasi, militer, lembaga legislatif, dan yudikatif. Pada dasarnya ia adalah
satu-satunya pemegang kekuasaan yang memiliki wewenang untuk mengangkat dan
memecat siapa pun sekehendaknya.
Sistem UUD 1945 menjadi lebih
‘sarat-eksekutif’ karena, disamping kekuasaan-kekuasaan eksekutifnya yang
sedemikian besar, Presiden juga memiliki kekuasaan legislatif. UUD 1945 jelas
menyatakan bahwa; “Presiden memegang kekuasaan membentuk undang-undang dengan
persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat. Kecuali executive power, Presiden
bersama-sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat menjalankan legislative power
dalam negara
Bab III
Pembahasaan
A. HAM ( Hak Asasi Manusia)
Hak asasi manusia adalah hak hak yang
telah di punyai seseorang sejak ia dalam kandungan. HAM berlaku secara
universal. Dasar Dasar Ham tertuang dalam deklarasi kemerdekaan amerika serikat
(Dekralatian Of Independence Of USA) dan tercantum dalam UUD 1945 Republik Indonesia,
seperti pada pasal 27 ayat 1,pasal 28, pasal 29 ayat 2, dan pasal 31 ayat 1.
Dalam teori perjanjian bernegara,
adanya pactum unions dan pactum subjektionis, pactum union adalah perjanjian
antara individu individu atau kelompok kelompok masyarakt membentuk suatu
Negara, sedangkan pactum unions aslah perjanjian atara warga Negara dengan
penguasa yang dipilih diantara warga Negara tersebut (pactum unionis). Thonmas
hobbes mengakui adanya pactum subjectionis mengakui adanya pactum unionis dan
pactum subjectionis dan Jj Roessaeu mengakui adanya pactum unionis. Ketiga
paham ini berpendapat demikian. Namun pada intinya teori perjanjian ini
mengamankan adanya perlindungan hak asasi warga Negara yang harus di jamain
oleh penguasa, bentuk jaminan itu mustilah tertuang dalam konstitusi
(perjanjian bernegara).
Dalam kaitanya dengan itu, HAM adalah
hak fundamental yang tak dapat dicabut yang mana karena manusia adalah seorang
manusia, misalnya dalam kemerdekaan amerika atau deklarasi prancis. HAM yang di
rujuk sekarang adalah seperangkat hak yang diangkat oleh PBB sejak berakhir
perang dunia ke 2 yang tidak menganal berbagai batasan batasan kenegaraan.
Sebagai konsekuensinya, Negara Negara tidak bisa berkelit untuk tidak
melindungi HAM yang bukan warga negaranya. Dengan kata lain, selama menyangkut
persoalan HAM setiap Negara, tanpa kecuali, pada tataran tertentu memiliki
tanggung jawab, utamanya terkait pemenuhan ham pribadi pribadi yang ada di
dalam juridiksinya, termaksud orang asing sekalipun. oleh karenanya, pada
tataran tertentu, akan menjadi sangat salah untuk mengindentikan atau menyamakan
antara HAM dan hak hak yang dimiliki warga Negara. HAM dimiliki oleh siapa
saja, sepanjang ia bisa di sebut sebagai manusia.
Alasan di atas pula yang menyebabkan HAM
bagian integral dari kajian dalam disiplin ilmu hukum internasional. Oleh
karenanya bukan suatu yang kontroversial bila komunitas internasional memiliki
kepedulian serius dan nyata terhadap isu HAM di tingkat domestic. Malahan,
peran komunitas internasional sangat pokok dalam perlindungan HAM karena sifat
dan watak ham itu sendiri yang merupakan mekanisme pertahanan dan perlindungan
individu terhadap kekuasaan Negara yang sangat rentan untuk di salah gunakan,
sebagaian telah sering dibuktikan sejarah umat manusia sendiri contoh
pelanggaran ham:
1. Penindasan
dan merampas hak rakyat dalam oposisi dengan sewenang wenang.
2. Menghambat
dan membatasi kebebasan pers, pendapat dan berkumpul bagi hak rakyat dan
oposisi.
3. Hukum
(aturan dan/atau uu) di perlakukan tidak adil dan tidak manusiawi.
4. Manipulative
dan membuat aturan pemilu sesuai dengan keinginan penguasa dan partai
tiran/otoriter tanpa ikut / hadir rakyat dan oposisi.
5. Penegakan
hukum dan atau petugas keamanan melakukan
kekerasan terhadap rakyat dan oposisi dimanapun.
B. HAM Di Indonesia Dari Masa Kemasa.
Wacana HAM di Indonesia yang telah
berlangsung seiring berdirinya Negara kesatuan republic Indonesia. HAM di Indonesia
di bagi menjadi dua priode sebelum kemerdekaan (1908-1945) dan sesudah
kemerdekaan (1945-sampai sekarang)
a) Periode
sebelum kemerdekaan (1908-1945)
Pemikiran HAM pada masa sebelum
kemerdekaan dapat di lihat dalam sejarah kemunculan organisasi. Pergerakan Nasional
Budi Utomo (1908), Serekat Islam (1911), Indesche Partij (1912), Perhimpunan Indonesia
(1925), Partai Nasional Indonesia (1927). Lahirnya pergerakan pergerakan
seperti ini tak lepas dari pelanggaran HAM yang dilakukan oleh penguasa (penjajah).
Dalam sejarah pemikiran HAM di Indonesia Budi Utomo merupakan organisasi
pertama yang menyuarakan kesadaran berserikat dan mengeluarkan pendapat melaui
petisi petisi yang di tujukan ke pada pemarintah colonial maupun lewat tulisan
disurat kabar.
b) Periode
setelah kemerdekaan (1945 sampai sekarang)
Perdebatan tentang HAM berlanjut
sampai periode paska kemerdekaan:
1. Periode
1945-1950
Pemikiran ini di kenal denga periode
parlemanter, menurut catatan Bagir Manan, masa gemilang sejarah HAM di
Indonesia tecemin dalam indicator am:
·
Munculnya partai politk
dengan barbagai idiologi
·
Adanya kebebasan pers
·
Pelaksanaan pemilihan
umum secara aman, bebas dan demokratis
·
Control parlemen atas
eksekutif
2. Periode
1945-1966
Periode ini merupakan masa
berakhirnya demokrasi liberal dan digantikan dengan demokrsi terpimpin yang
tepusat pada kekuasaan Presiden Soekarno, demokrasi terpimpin tidak lain
sebagai bentuk penolakann Presiden Soekarno terhadap demokrasi parlementer yang
di nilai merupakan produk barat.
3. Periode
Paska Orde Baru
Tahun 1998 adalah era paling penting
dalam sejarah HAM di Indonesia, setelah terbebas dari pasungan rezim orde baru
dan merupakan awal datangnya era demokrasi dan HAM yang kala itu di pimpin oleh
Bj Habibie yang menjabat sebagai Wakil Presiden. Pada masa pemerintahan terhadap
pelaksanan HAM mengalami perkembangan yang sangat signifikan, lahirnya TAP MPR
NO XVII/MPR/1998 tentang HAM merupakan salah satu indikator pemerintahan era reformasi.
Komitmen pemerintah juga ditujukkan dengan pengesahan tentang salah satunya UU
NO 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak, pengesahan UU NO 23 tahun 2004
tentang Penghapusan Kekerasan Rumah Tangga.
C. Peran Pemerintah Dalam Menangani Ham Di Indonesia.
Pemerintah sangat seruis menegakkan HAM,
hal ini dapat kita lihat dari beberapa upaya pemerintah sebagai berikut:
a) Komitmen
pemerintah Indonesia dalam mewujudkan penegakan HAM, antara lain telah di
tunjukkan dalam prioritas pembangunan nasional tahun 2000-2004 (PROPENAS)
dengan pembentukan kelembagaan yang terkait dengan HAM. Dalam kelembagaan telah
dibentuk Komisi Nasional Hak Asasi Manusia dengan Kapres No 50 tahun 1993,
serta pembentukan komisi anti kekerasan terhadap perempuan.
b) Pengeluaran
Undang Undang No 39 tahun 1999 tentang hak asasi manusia, Undang Undang No 39
tahun 1999 tantang hak asasi manusi yang berbunyi :”Hak Asasi Manusia adalah
seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai
makhluk Tuhan Yang Maha Esah dan merupakan anugerah yang wajib dihormati,
dijunjung tinggi dan pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta
perlindungan harkat dan martabat manusia
D. Upaya Masyarakat Dalam Nenegakkan Ham
Peran masyarakat sangat penting dalam
penegakan Hak Asasi Manusi. Tanpa partisipasi masyarakat dan dukunganya maka
penagakan hak asasi manusia akan menjadi sia sia. Peran dan partisipasi itu
juga diatur di dalam UU NO 39 tahun 1999 itu. Peran itu dapat dilakukan oleh
perorangan, kelompok, organisasi politik, organiasai kelompok, organisasi
pemerintah, organisasi masyarkat, lembaga swadaya masyarakat atau lembaga
kemasyarakatan lainnya. Semua elemen tersebut mempunyai hak untuk
berpartisipasi dalam perlindungan, penegkan dan pemajuan hak asasi manusia
pasal 100.
Penegakan ham di Negara kita tidak
akan berhasil jika hanya mengandalkan tindakan dari pemerintah. Peran serta
lembaga independen dan masyarakat sangat di perlukan. Upaya penagakan hak asasi
manusia ini akan memberikan hasil yang maksimal manakala di dukung Komnas Ham tidak
akan efektif apabila tidak ada dukungan dari masyarakat.
Sebagai contoh, Komnas Ham telah
bertekad untuk memaksimalkan pelayanan kepada masyarakat denga membuka kotak
pengaduan dari masyarakat, tekat dan usah ini tidak akan berhasil apabila
masyarakat enggan atau memilih diam terhadap berbagai praktik pelangaran HAM. Oleh
karena itu, partisipasi masyarakat untuk bersama sama mengupayakan penegakan
ham sangat di butuhkan
Bentuk bentuk partisipasi masyarakat dapat
diwujudkan melaui hal hal berikut:
1. Menyampaikan
laporan atau pengaduan atas terjadinya pelanggaran ham kepada komnas ham atau
lembaga berwenang lainnya.
2. Masyarakat
juga dapat berpartisipasi dalam bentuk usulan mengenai perumusan kebijakan yang
berkaitan dengan hak asasi manusia kepada Komnas Ham atau lembaga berkaitan
lainya.
3. Masyarakat
dapat berkerjasama dengan Komnas Ham untuk meneliti, memberi pendidikan, dan
menyebarluaskan informasi mengenai ham pada segenap lapisan masyarakat.
Peran
masyarakat terhadap upaya penegakan ham. Misalnya muncul berbagai aktivis dan
advokasi LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat). Para aktivis dapat mengontrol atau
mengkritisi kebijakan pemerintah yang rawan terhadap pelanggaran ham. Mereka
juga dapat mendata kasus kasus pelangaran dan melakukan pembalaan atau
pendampingan. LSM tersebut bisa menangani berbagai masalah, misalnya masalah
kesehatan masyarakat,korupsi, demokrasi, pendidikan, kemiskinan, lingkungan ,
penegakan hukum.
Kehadiran
LSM LSM ini dapat menjadi kekuatan penyeimbang sekaligus pengontrol langkah
langkah pemerintah dalam pelaksanaan ham di Indonesia. Namun kiranya penegakan
ham juga harus mencermati kepentingan nasional, artinya tidak sekedar menjadi
alat kepentingan asing, sementara disisi lain terdapat Negara yang mensponsori berbagai
lembaga nonpemerintah (LSM) untuk menegakkan ham terhadap beberapa isu, tetapi
Negara sponsor tersebut juga melakukan pelanggaran ham terhadap Negara lainnya
atau terhadap warga negaranya sendiri dengan menerapkan standart ganda. Untuk
itu mari kita semua membangun iklim Negara Indonesia yang demokratis, yang
menghormati ham yang di dasari oleh kepentingan nasional kita dalam rangka
mencapai Indonesia mencapai Indonesia yang kita citakan.
E. Hukum Mengatasi Atas Terjadinya Berbagai Macam Pelanggaran Ham Yang Ada Di Masyarakat
kasus pelanggarna ham akan
senangtiasa terjadi jika tidak secepatnya ditangani. Negara yang tidak
secepatnya menangani kasus pelanggaran ham yang terjadi di negaranya akan
disebut sebagai Negara Unwillingness
State atau negar yang tidak mempunyai kemauan menegakkan ham. Kasus
pelanggaran ham yang terjadi di Negara tersebut akan disidangkan oleh mahkama
internasional. Hal tersebut jatuh dalam pergaulan bangsa bangsa yang beradap.
Sebagai Negara hukum yang beradap,
tentu saja Indonesia tidak mau di sebut sebagai Unwillingness State. Indonesia selalu menangani sendiri kasus
pelanggaran ham yang terjadi di negaranya tanpa bantuan dari mahkama
internasional. contoh kasus yang dikemukakan pada bagian Negara kita ada proses
peradilan untuk menangani maslah ham terutama yang sifatnya berat. Sebelum
berlakunya Undang Undang Republik Indinesia No 26 tahun 2000 tantang pengadilan
ham, kasus pelanggaran ham diperiksa dan diselesaikan di pengadialan ham ,
kasus pelangaran ham as hoc yang
dibentuk berdasarkan keputusan presiden dan berada di lingkungan peradilan
umum.
Penahana untuk pemeriksaan dalam siding di
pengadilanham dapat dilakukan paling lama 90 hari dan dapat diperpanjang paling
lam 30 hari oleh pengadilan negeri sesuai dengan daerah hukumanya. Penahanan di
pengadilan tinggi dilakukan paling lama 30 hari. Penahan di mahkamah agung
paling lama 30 hari. Penahanan di Mahkama Agung paling lama 60 hari dan dapat
diperjang paling lama 30 hari. Adapun penyelidikan ini terhad apa pelangaran
hak asai manusia yang berat dulakukan oleh Komnas Ham. Dalam melakukan
penyelidikan, Komnas Ham dapat membentuk tim ad hoc yang terdiri dari komnas ham dan unsur masyarkat. hasil
penyelidikan komnas ham yang berupa laporan pelanggaran Hak Asasi Manusia ,
diserahkan berkasnya kepada penyelidik, jaksa agung wajib menindak lanjuti
laporan dari komnas ham tersebut . jaksa agung sebagai penyelidik ad hoc yang terdiri dari unsur
pemerintah dan masyarakat
Bab IV
A. Kesimpulan
Di
Era Globalisasi yang maju ini, banyak ataupun sebagian pihak memandang remeh
ham atau memandang ham itu sudah tida di perlukan lagi, serta kemudian
seenaknya atau seenaknya atau semenah menah melanggar hak orang lain.
Pelanggaran ham juga telah menjadi mandate (kebiasaan) bagi beberapa pihak
serta pelanggaran ham juga menjadi berita yang banyak di cari oleh banyak media
massa. Untuk menjamin hak asasi manusia bagi tiap tiap individu secara pribadi
dan kelompok harus di usahakan melalui berbagai macam cara oleh pemerintah.
Lembag pemerintahan dan lembaga swadaya masyarakat sehingah secara berangsur
angsur pelaksanaan dan perlindungan hak asasi di Indonesia semakin baik
sehingga bisa meningkatkan harkat dan martabat manusia sebagai mahluk yang
sempurna di banding mahkluk lainya. Sebagai bentuk penegakkan ham, pemerintah
membentuk lembaga independent. Komisi nasional hak asasi manusia (Komnas Ham),
melaui keputusan presiden no.50 tahun 1993. Fungsi komnas ham adalah sebagai
data dan fakta dari kasus yang di duga melanggar ham. Penegakan ham di perkuat
dengan di keluarkannya undang undang no 39 tahun 1999 tentang” pelaksanaan ham
di Indonesia “ dan undang undang no 26 tahun 2000 tentang pengadialan ham,
serta tap mpr no.XVII/mpr/1998 memuat piagam hak asasi manusia. Namun lembaga
perlindungan ham tersebut yang berada dari fungsi sebenernya di ciptakannya
lembaga tersebut, serta lembaga tersebut sudah tidak menuju pada kebenarannya
dan merujuk pada undang undang lagi. Jadi kesimpulanya kita tidak harus
berpangku tangan atau mengandalkan pada lembga perlindungan ham saja. Tetapi
kita harus ikut serta dan sadar akan penegakan ham itu sendiri juga asa pada
gemgaman tangan kita sendiri.
B. Saran
Semoga dengan di buatnya laporan ini kita dapat
mengetahui apa yang di maksud dengan ham, dan juga selalu berusaha untuk
mempertahankan dan menggunakan hak kita sebaik mugkin. Seharusnya dan sebaiknya
kita dapat memanfaatkan dan mengunakan hak kita dengan sebaik mungkin tanpa
melanggar atau melewati betasn batsan yang ada. Jadi kita harus ikut dan
bersedia berperan serta dalam upaya penegakan ham, agar tercapai dan tercipta
kehidupan yang damai, tentam, dan sejahtera. Lembaha perlindungan ham
seharusnya tetep menuju pada kebenaran dan berpegang teguh pada undang undang
yang berlaku serta pancasila. Itu buakan hanya uantk lembaga perlindungan ham
saja tetepi juga untuk lembaga lembaga lainnya yang ada di Negara ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar