MAKALAH
OTONOMI DAERAH DALAM TRANSISI
Untuk memenuhi tugas Ekonomi
Pembangunan yang dibimbing
oleh Ibu Dra. Sudarti, M.Si

Disusun Oleh : Kelompok 8
Ketua : Gustomi
Yuswindarsono (201510160311012)
Anggota : Duwi Rahayu (201510160311018)
M. Andhik
Baskoro (201510160311033)
Marseli
Ningsih (201510160311048)
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
PRODI MANAJEMEN
2015/2016
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT,
karena dengan rahmat dan hidayah-Nyalah kami dapat menyelesaikan makalah
ini tepat pada waktunya.
Adapun tujuan dari penulisan
makalah ini adalah untuk memenuhi tugas yang diberikan olah dosen pembimbing
pada bidang studi Ekonomi Pembangunan, makalah ini juga bertujuan untuk
menambah pengetahuan dan wawasan bagi pembaca sekalian.
Kami mengucapkan terimakasih
kepada Ibu Dra. Sudarti, M.Si selaku dosen pembimbing mata kuliah Ekonomi
Pembangunan yang telah membimbing kami dalam menyelesaikan makalah ini tepat
waktunya. Kami juga mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah memberikan
sembangsihnya dalam makalah ini.
Kami
menyadari bahwasanya makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu
kritik dan saran kami harapkan dari pembaca sekalian demi terciptanya
kesempurnaan dalam penyusunan makalah ini. Semoga makalah ini bermanfaat bagi
yang memerlukan. Terima kasih.
Malang,
Oktober 2016
Penulis
DAFTAR ISI
BAB
I PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang.....................................................................................................................1
1.2 Rumusan
Masalah.................................................................................................... 1
1.3 Tujuan Masalah........................................................................................................ 1
BAB
II PEMBAHASAN
2.1 Hakikat Otonomi Daerah........................................................................................ ............2
2.2 Visi
Otonomi Daerah
.............................................................................................. 4
2.3 Bentuk
dan Tujuan Desentralisasi dalam Konteks Otonomi Daerah...................... 4
2.4 Sejarah
Otonomi Daerah di Indonesia.................................................................... 6
2.5 Dampak
Otonomi Daerah........................................................................................ 7
BAB
III PENUTUP
3.1 KESIMPULAN ..................................................................................................................9
DAFTAR
PUSTAKA......................................................................................................... 10
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia
merupakan negara kepualauan yang terletak di posisi strategis dengan dua lautan
yang mengelilinginya. Hal ini turut mempengaruhi mekanisme pemerintahan di
Indonesia, dimana sulitnya koordinasi pemerintah pusat dengan pemerintah daerah.
Hal ini pula yang mendorong akan terwujudnya suatu sistem pemerintahan yang
efisien dan mandiri untuk memudahkan koordinasi antara kedua belah pihak
tersebut.
Hal ini
juga bertujuan untuk tetap menjaga keutuhan negara Indonesia mengingat
banyaknya ancaman yang menghadang bangsa Indonesia. Diantaranya yaitu munculnya
beberapa daerah yang ingin memisahkan diri dengan negara Indonesia untuk mengatur
kehidupannya secara mandiri. Selain itu, potensi sumber daya alam yang tidak
merata di daerah-daerah juga menjadi indikasi penyebab dibutuhkannya suatu
sistem pemerintahan untuk mengatur dan mengelolah sumber daya alam sehingga
dapat menjadi sumber pendapatan daerah dan bahkan negara.
Disinilah
peran pemerintah daerah untuk mengatur dan mengelola daerah yang jauh dari
jangkauan pemerintah pusat agar tidak terjadi pengabaian sumber daya dan
potensi yang ada. Maka dibentuklah suatu sistem yang dinamakan otonomi daerah
oleh pemerintah.
Selanjutnya,
makalah akan menguraikan tentang otonomi
daerah dan pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan hakikat otonomi daerah?
2. Apa saja
visi otonomi daerah?
3. Bagaimana
bentuk dan tujuan desentralisasi dalam konteks otonomi daerah?
4. Bagaimana
sejarah otonomi daerah di Indonesia?
5. Bagaimana
dampak yang ditimbulkan oleh otonomi daerah?
C. Tinjauan Masalah
1.
Untuk mengetahui pengertian dari hakikat otonomi
daerah.
2.
Untuk mengetahui visi otonomi daerah.
3.
Untuk mengetahui bentuk dan tujuan desentralisasi
dalam konteks otonomi daerah.
4.
Untuk mengetahui sejarah otonomi daerah di
Indonesia.
5.
Untuk mengetahui dampak yang ditimbulkan oleh
otonomi daerah.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Hakikat Otonomi Daerah
Otonomi
daerah dalam arti sempit adalah mandiri. Sedangkan dalam arti luas diartikan
sebagai berdaya. Dengan demikian, otonomi daerah berarti kemandirian suatu
daerah dalam kaitan pembuatan pengambilan keputusan mengenai kepentingan
daerahnya sendiri. Otonomi daerah merupakan rangkaian upaya program pembangunan
daerah dalam tercapainya tujuan pembangunan nasional. Untuk itu, keberhasilan
peningkatan otonomi daerah tidak terlepas dari kemampuan aparat pemerintah
pusat dan sumber daya manusia (SDM) dalam tugasnya sebagai perumus kebijakan
nasional.
Otonomi
daerah dapat diartikan juga sebagai kewajiban yang diberikan kepada daerah
otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan
masyarkat setempat menurut aspirasi masyarakat untuk meningkatkan daya guna dan
hasil guna penyelenggaraan pemerintahan dalam rangka pelayanan terhadap
masyarkat dan pelaksanaan pembangunan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
Menurut
Ateng Syarifuddin, otonomi mempunyai makna kebebasan atau kemandirian tetapi
bukan kemerdekaan. Kebebasan yang terbatas atau kemandirian itu terwujud oleh
pemberian kesempatan yang harus dipertanggungjawabkan.
Sedangkan
menurut Vincent Lemius, otonomi daerah adalah kebebasan (kewenangan) untuk
mengambil atau membuat suatu keputusan politik maupun administrasi sesuai
dengan peraturan perundang-undangan. Di dalam otonomi daerah terdapat kebebasan
yang dimiliki oleh pemerintah daerah untuk menentukan apa yang menjadi
kebutuhan daerah. Namun apa yang menjadi kebutuhan daerah tersebut harus senantiasa
disesuaikan dengan kepentingan nasional sebagaimana yang telah diatur dalam
peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.
Otonomi
daerah memiliki hubungan yang erat dengan desentralisasi, yaitu penyerahan
wewenang pemerintahan oleh pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur dan
mengurus urusan pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Sedangkan
otonomi daerah merupakan hak, wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk
mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat
setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Hubungan erat antar
pemerintah pusat dengan pemerintah daerah harus serasi sehingga akan dapat
mewujudkan tujuan yang ingun dicapai.
Pelaksanaan
otonomi daerah selain berlandaskan pada acuan hukum, juga sebagai implementasi
tuntutan globalisasi yang harus diberdayakan dengan cara memberikan daerah
kewenangan yang lebih luas, lebih nyata dan bertanggung jawab, terutama dalam
mengatur, memanfaatkan dan menggali sumber-sumber potensi yang ada di daerah
masing-masing.
Berikut
beberapa pengertian konsep otonomi daerah sebagaimana tercantum dalam UU Nomor
32 Th. 2004 Bab I Pasal 1:
1. Pemerintah
pusat, selanjutnya disebut pemerintah adalah presiden RI yang memegang kekuasaan
pemerintah negara RI sebagaimana tercantum dalam UUD 45.
2. Pemerintah
daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan
DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi
seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip kesatuan NKRI sebagaimana dimaksud
dalam UUD Tahun 1945.
3. Pemerintah
daerah adalah Gubernur, Bupati, atau Wali Kota, dan perangkat daerah sebagai
unsur penyelenggaraan pemerintah daerah.
4. DPRD
adalah lembaga perwakilan rakyat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintah
daerah.
5. Otonomi
daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonomi untuk mengatur dan
mengurus sendiri urusan pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.
6. Daerah
otonom adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang
berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat
setempat menurut prakasa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem
Negara Kesatuan RI.
7. Desentralisasi
adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah kepada daerah otonom
untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem negara Kesatuan
Republik Indonesia.
8. Dekonsentrasi
adalah pelimpahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah kepada Gubernur sebagai
wakil pemerintah dan/atau kepada instansi vertikal di wilayah itu.
9. Tugas
pembantuan adalah penugasan dari pemerintah kepada daerah dan/atau desa dari
pemerintah provinsi kepada kabupaten/kota dan/atau desa serta dari pemerintah
kabupaten/atau kota kepada desa untuk melaksanakan tugas tertentu.
10. Peraturan
daerah selanjutnya disebut perda adalah peraturan daerah provinsi dan/atau
peraturan daerah kabupaten/kota.
11. Peraturan
kepala daerah adalah peraturan gubernur dan/atau peraturan Bupati/Walikota.
12. Desa adalah
kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang
untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal
usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem
pemerintah NKRI.
13. Perimbangan
keuangan antara pemerintah dan pemerintah daerah adalah suatu sistem pembagian
keuangan yang adil, proporsional, demokratis, transparan, dan bertanggungjawab
dalam rangka pendanaan penyelenggaraan desentralisasi dengan mempertimbangkan
potensi, kondisi dan kebutuhan daerah serta besaran pendanaan penyelenggaraan
dekonsentrasi dan tugas pembantuan.
14. Anggaran
pendapatan dan belanja daerah (APBD) adalah rencana keuangan tahunan
pemerintahan daerah yang ditetapkan dengan peraturan daerah.
15. Pendapatan
daerah adalah semua hak daerah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan
bersih dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan.
16. Belanja
daerah adalah semua kewajiban daerah yang diakui sebagai pengurang nilai
kekayaan bersih dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan.
17. Pembiayaan
adalah setiap penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau pengeluaran yang
akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran bersangkutan maupun pada tahun
anggaran berikutnya.
18. Pinjaman
daerah adalah semua transaksi yang mengakibatkan daerah menerima sejumlah uang
atau menerima manfaat yang bernilai uang dari pihak lain sehingga daerah
tersebut dibebani kewajiban untuk membayar kembali.
19. Kawasan
khusus adalah bagian wilayah dalam provinsi dan/atau kabupaten/kota yang
ditetapkan oleh pemerintah untuk menyelenggarakan fungsi-fungsi pemerintahan
yang bersifat khusus bagi kepentingan nasional.
B. Visi
Otonomi Daerah
Otonomi
daerah sebagai kerangka menyelenggarakan pemerintahan mempunyai visi yang dapat
dirumuskan dalam tiga ruang lingkup utama yang saling berhubungan satu dengan
yang lainnya: politik, ekonomi, dan sosial budaya.
Di bidang
politik, visi otonomi daerah harus dipahami sebagai sebuah proses bagi lahirnya
kader-kader politik untuk menjadi kepala pemerintahan yang dipilih secara
demokratis serta memungkinkan berlangsungnya penyelenggaraan pemerintah yang
responsif terhadap kepentingan masyarakat luas.
Adapun di
bidang ekonomi, visi otonomi daerah mengandung makna bahwa otonomi daerah di
satu pihak harus menjamin lancarnya pelaksanaan kebijakan ekonomi nasional di
daerah. Di pihak lain mendorong terbukanya peluang bagi pemerintah daerah
mengembangkan kebijakan lokal kedaerahan untuk mengoptimalkan pendayagunaan
potensi ekonomi di daerahnya. Dalam kerangka ini, otonomi daerah memungkinkan
lahirnya berbagai prakarsa pemerintah daerah untuk menawarkan fasilitas
investasi, memudahkan proses perizinan usaha, dan membangun berbagai
infrastuktur yang menunjang perputaran ekonomi di daerah.
Sedangkan
visi otonomi daerah di bidang social dan budaya mengandung pengertian bahwa
otonomi daerah harus diarahkan pada pengelolaan., penciptaan dan pemeliharaan
integrasi dan harmoni social. Pada saat yang sama, visi otonomi daerah dibidang
sosial dan budaya adalah memelihara dan mengembangkan nilai, tradisi, karya
seni, karya cipta, bahasa, dan karya sastra lokal yang dipandang kondusif dalam
mendorong masyarakat untuk merespon positif dinamika kehidupan di sekitarnya
dan kehidupan global. Karenanya, aspek social budaya harus diletakkan secara
cepat dan terarah agar kehidupan sosial tetap terjaga secara utuh dan budaya
lokal tetap eksis dan mempunyai daya keberlanjutan.
C. Bentuk
dan Tujuan Desentralisasi dalam Konteks Otonomi Daerah
Rondinelli
membedakan empat bentuk desentralisasi, yaitu:
1. Dekonsentrasi
Desentralisasi
dalam bentuk dekonsentrasi (deconcentration), pada hakikatnya hanya merupakan
pembagian kewenangan dan tanggung jawab administratif antara pemerintah pusat
dengan pejabat birokrasi pusat di lapangan. Jadi, dekonsentrasi hanya berupa
pergeseran volume pekerjaan dari pemerintah pusat kepada perwakilannya yang ada
di daerah, tanpa adanya penyerahan atau pelimpahan
kewenangan
untuk mengambil keputusan atau keleluasaan untuk membuat keputusan.
2. Delegasi
Delegasi
merupakan pelimpahan pengambilan keputusan dan kewenangan manajerial untuk
melakukan tugas-tugas khusus kepada suatu organisasi yang tidak secara langsung
berada di bawah pengawasan pemerintah pusat. Terhadap organisasi semacam ini
pada dasarnya diberikan kewenangan semi independen untuk melaksanakan fungsi
dan tanggung jawabnya. Bahkan kadang-kadang berada diluar ketentuan yang diatur
oleh pemerintah pusat., karena bersifat lebih komersial dan mengutamakan
efisiensi daripada prosedur birokratis dan politis. Hal ini biasanya dilakukan
terhadap suatu badan usaha publik yang tugasnya melaksanakan proyek tertentu,
seperti telekomunikasi, listrik, bendungan, dan jalan raya.
3. Devolusi
Devolusi
merupakan bentuk desentralisasi yang lebih ekstensif, yang merujuk pada situasi
dimana pemerintah pusat mentransfer kewenangan untuk pengambilan keputusan,
keuangan dan manajemen kepada unit otonomi pemerintah daerah. Devolusi adalah
kondisi dimana pemerintah pusat dengan menyerahkan sebagian fungsi-fungsi
tertentu kepada unit-unit itu untuk dilaksanakan secara mandiri. Menurut
Rondinelli, devolusi merupakan upaya memperkuat pemerintah daerah sacara legal
yang secara substansif kegiatan-kegiatan yang dilakukannya diluar kendali
langsung pemerintah pusat.
Devolusi
dapat berupa transfer tanggung jawab untuk pelayanan kepada pemerintahan
kota/kabupaten dalam memilih walikota/bupati dan DPRD, meningkatkan pendapatan
mereka dan memiliki independensi kewenangan untuk mengambil keputusan
investasi.
Ciri-ciri
Devolusi:
-
Adanya sebuah badan lokal yang secara
konstitusional terpisah dari pemerintah pusat dan bertanggung jawab pada
pelayanan lokal yang signifikan.
-
Pemerintah daerah harus memiliki kekayaan sendiri,
anggaran dan rekening seiring dengan otoritas untuk meningkatkan pendapatannya.
-
Harus mengembangkan kompetensi staf.
-
Anggota dewan yang terpilih, yang beroperasi pada
garis partai, harus menentukan kebijakan dan prosedur internal.
-
Pejabat pemerintah pusat harus melayani sebagai
penasehat dan evaluator luar yang tidak memiliki peranan apapun didalam
otoritas lokal.
4.
Privatisasi
Menurut
Romdinelli privatisasi adalah suatu tindakan pemberian kewenangan dari
pemerintah kepada badan-badan sukarela swasta dan swadaya masyarakat, namun
dapat pula merupakan peleburan badan pemerintah menjadi badan usaha swasta
misalnya BUMN dan BUMD dilebur menjadi perusahaan terbatas (PT) dalam beberapa
hal misalnya pemerintah mentransfer beberapa kegiatan kepada kamar dagang dan
industri, koperasi dan asosiasi lainnya untuk mengeluarkan izin-izin, bimbingan
dan pengawasan, yang semula dilakukan oleh pemerintah
dalam hal
kegiatan sosial, pemerintah memberikan kewenangan dan tanggung jawab kepada
lembaga swadaya masyarakat (LSM) dalam hal seperti pembinaan kesejahteraan
keluarga, koprasi, petani, dan koprasi nelayan untuk melakukan
kegiatan-kegiatan sosial, termasuk melatih dan meningkatkan peran serta dan
pemberdayaan masyarakat.
5.
Tugas Pembantuan, yang
merupakan tambahan dalam konteks desentralisasi Indonesia
Tugas
pembantuan (medebewind) merupakan pemberian kemungkinan dari pemerintah pusat
atau pemerintah daerah yang lebih atas untuk meminta bantuan kepada pemerintah
daerah yang tingkatannya lebih rendah agar menyelenggarakan tugas atau urusan
rumah tangga dari daerah yang tingkatannya lebih atas urusan yang diserahkan
pemerintah pusat/pemerintah daerah atasan tidak beralih menjadi urusan rumah
tangga daerah yang melaksanakan. Kewenangan yang diberikan kepada daerah adalah
kewenangan yang bersifat mengurus sedangkan kewenangan mengurus tetap menjadi
kewenangan pemerintah pusat/pemerintah atasannya.
D.
Sejarah Otonomi Daerah di
Indonesia
Peraturan
perundang-undanag yang pertama kali menagtur tentang pemerintahan daerah pasca
proklamasi kemerdekaan adalah UU Nomor 1 tahun 1945. Undang-undang ini
merupakan hasil dari berbagai pertimbangan tentang sejarah pemerintahan di masa
kerajaan dan masa pemerintahan kolonialisme. Namun undang-undang ini
belum mengatur tentang desentralisasi dan hanya menekankan pada aspek cita-cita
kedaulatan rakyat melalui pembentukan badan perwakilan rakyat daerah.
Undang-undang
tersebut diganti oleh UU nomor 22 tahun 1948 yang berfokus pada pengaturan
susunan pemerintahan daerah yang demokratis. Undang-undang ini menetapkan dua
jenis daerah otonom dan tiga tingkatan daerah otonom.
Perjalanan
sejarah otonomi Indonesia selanjutnya ditandai dengan munculnya UU nomor 1
tahun 1957 yang menjadi peraturan tunggal pertama yang berlaku seragam untuk
seluruh Indonesia. Selanjutnya UU nomor 18 tahun 1965 yang menganut sistem
otonomi yang riil dan seluas-luasnya. Kemudian disusul dengan munculnya UU
nomor 5 tahun 1974 yang menganut sistem otonomi yang nyata dan
bertanggungjawab. Hal ini karena sistem otonomi yang sebelumnya dianggap
memiliki kecenderungan pemikiran yang dapat membahayakan keutuhan NKRI serta
tidak serasi denagn maksud dan tujuan pemberian otonomi kepada daerah.
UU yang terakhir ini berumur paling panjang, yaitu 25
tahun yang kemudian digantikan dengan UU nomor 22 tahun 1999 pasca reformasi.
Hal ini tidak terlepas dari perkembangan situasi yang terjadi pada masa itu.
Berdasarkan kehendak reformasi saat itu, Sidang Istimewa MPR Nomor XV/MPR/1998
tentang penyelenggaraan otonomi daerah; pengaturan, pembagian, dan pemanfaatan
sumber daya nasional yang berkeadilan serta peimbangan keuanagn pusat dan
daerah dalam kerangka NKRI. Selain itu, hasil amandemen MPR RI pada pasal 18
UUD 1945 dalam perubahan kedua, yang secara tegas dan eksplisit menyebutkan
bahwa negara Indonesia memakai prinsip otonomi dan
desentralisasi
kekuatan politik juga semakin memberikan tempat kepada otonomi daerah di tempatnya.
Tiga
tahun setelah implementasi UU No. 22 tahun 1999, pemerintah melakukan
peninjauan dan revisi terhadap undang-undang yang berakhir pada lahirnya UU No.
32 tahun 2004 yang juga mengatur tentang pemerintah daerah yang berlaku hingga
sekarang.
E. Dampak Otonomi Daerah
a.
Dampak
Positif
Dampak positif otonomi daerah
adalah bahwa dengan otonomi daerah makapemerintah daerah akan mendapatkan
kesempatan untuk menampilkan identitas lokalyang ada di masyarakat.
Berkurangnya wewenang dan kendali pemerintah pusatmendapatkan respon tinggi
dari pemerintah daerah dalam menghadapi masalah yangberada di daerahnya
sendiri. Bahkan dana yang diperoleh lebih banyak daripada yangdidapatkan
melalui jalur birokrasi dari pemerintah pusat. Dana tersebut memungkinkanpemerintah
lokal mendorong pembangunan daerah serta membangun program promosikebudayaan
dan juga pariwisata.
b.
Dampak
Negatif
Dampak negatif dari otonomi
daerah adalah adanya kesempatan bagioknum-oknum di pemerintah daerah untuk
melakukan tindakan yang dapat merugikaNegara dan rakyat seperti korupsi, kolusi
dan nepotisme. Selain itu terkadang adakebijakan-kebijakan daerah yang tidak
sesuai dengan konstitusi Negara yang dapat menimbulkan pertentangan antar
daerah satu dengan daerah tetangganya, atau bahkandaerah dengan Negara, seperti
contoh pelaksanaan Undang-undang Anti Pornografi ditingkat daerah. Hal tersebut
dikarenakan dengan system otonomi daerah maka pemerintahpusat akan lebih susah
mengawasi jalannya pemerintahan di daerah, selain itu karena memang dengan
sistem.otonomi daerah membuat peranan pemeritah pusat tidak begitu berarti.
Beberapa
modus pejabat nakal dalam melakukan korupsi dengan APBD :
1)
Korupsi Pengadaan Barang
Modus :
-
Penggelembungan (mark up) nilai
barang dan jasa dari harga pasar.
-
Kolusi dengan kontraktor dalam
proses tender.
2)
Penghapusan barang inventaris dan
aset negara (tanah)
Modus :
-
Memboyong inventaris kantor untuk
kepentingan pribadi.
-
Menjual inventaris kantor untuk
kepentingan pribadi.
3)
Pungli penerimaan pegawai,
pembayaran gaji, keniakan pangkat, pengurusan pensiun dan sebagainya.
Modus : Memungut biaya tambahan di luar ketentuan
resmi.
4)
Pemotongan uang bantuan sosial
dan subsidi (sekolah, rumah ibadah, panti asuhan dan jompo)
Modus : Pemotongan dana bantuan
sosial budaya. Biasanya dilakukan secara bertingkat (setiap meja).
5)
Bantuan fiktif
Modus : Membuat surat permohonan
fiktif seolah-olah ada bantuan dari pemerintah ke pihak luar.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Otonomi
daerah dalam arti sempit adalah mandiri. Sedangkan dalam arti luas diartikan
sebagai berdaya. Dengan demikian, otonomi daerah berarti kemandirian suatu
daerah dalam kaitan pembuatan pengambilan keputusan mengenai kepentingan
daerahnya sendiri. Hubungan erat antar pemerintah pusat dengan pemerintah
daerah harus serasi sehingga akan dapat mewujudkan tujuan yang ingun dicapai.
Otonomi daearh
memiliki visi dalam tiga ruang lingkup yaitu politik, ekonomi dan sosial
budaya. Hal ini mengingat bahwa tiga aspek inilah yang menjadi perhatian yang
cukup urgen dalam pembangunan daerah.
Di
Indonesia dikenal lima konteks desentralisasi yaitu:
1.
Dekonsentrasi
2.
Delegasi
3.
Devolusi
4.
Privatisasi
5. Tugas
Pembantuan
Perjalanan
Otonomi daerah selalu ditandai dengan lahirnya UU baru yang menggantikan UU
sebelumnya. Dimulai dari UU Nomor 1 Tahun 1945 pasca-proklamasi yang kemudian
digantikan oleh UU nomor 22 tahun 1948. Selanjutnya UU Nomor 1 tahun 1957
yang kemudian diikuti UU Nomor 18 tahun 1965. Pada tahun 1974, muncul
undang-undang nomor 5 tahun 1974 yang berumur cukup lama yaitu 25 tahun sebelum
masa reformasi yang kemudian digantikan oleh UU nomor 22 tahun 1999. Setelah
tiga tahun implementasinya, lahirlah UU Nomor 32 tahun 2004 yang berlaku hingga
sekarang di Indonesia.
DAFTAR
PUSTAKA
Ubaedillah
, A. dkk., Pendidikan Kewargaan (Civic Education), tp. p
Undang-Undang
Otonomi Daerah Terbaru, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005, cet. I
Id.m.wikipedia.org/wiki/otonomi_daerah
Obatkafe.blogspot.com/2012/11/pengertian-dan-definisi-otonomi-daerah.html?m=1
Otonomidaerah.com/pengertian-otonomi-daerah.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar