Rabu, 16 November 2016

MAKALAH OTONOMI DAERAH DALAM TRANSISI-cacaraku.com



MAKALAH OTONOMI DAERAH DALAM TRANSISI
Untuk memenuhi tugas Ekonomi Pembangunan yang dibimbing
oleh Ibu Dra. Sudarti, M.Si






Disusun Oleh : Kelompok 8


               Ketua         :   Gustomi Yuswindarsono           (201510160311012)
               Anggota     :   Duwi Rahayu                           (201510160311018)
                              
                                      M. Andhik Baskoro                  (201510160311033)
                                      Marseli Ningsih                        (201510160311048)






UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
PRODI MANAJEMEN
2015/2016


KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT, karena dengan rahmat dan hidayah-Nyalah kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya.
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas yang diberikan olah dosen pembimbing pada bidang studi Ekonomi Pembangunan, makalah ini juga bertujuan untuk menambah pengetahuan dan wawasan bagi pembaca sekalian.
Kami mengucapkan terimakasih kepada Ibu Dra. Sudarti, M.Si selaku dosen pembimbing mata kuliah Ekonomi Pembangunan yang telah membimbing kami dalam menyelesaikan makalah ini tepat waktunya. Kami juga mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah memberikan sembangsihnya dalam makalah ini.
Kami menyadari bahwasanya makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu kritik dan saran kami harapkan dari pembaca sekalian demi terciptanya kesempurnaan dalam penyusunan makalah ini. Semoga makalah ini bermanfaat bagi yang memerlukan. Terima kasih.




Malang, Oktober 2016




Penulis
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang.....................................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.................................................................................................... 1
1.3 Tujuan Masalah........................................................................................................ 1
BAB II PEMBAHASAN
2.1  Hakikat Otonomi Daerah........................................................................................ ............2
2.2  Visi Otonomi Daerah .............................................................................................. 4
2.3  Bentuk dan Tujuan Desentralisasi dalam Konteks Otonomi Daerah...................... 4
2.4  Sejarah Otonomi Daerah di Indonesia....................................................................  6
2.5  Dampak Otonomi Daerah........................................................................................ 7
BAB III PENUTUP
3.1  KESIMPULAN  ..................................................................................................................9
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................... 10





BAB I
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang

Indonesia merupakan negara kepualauan yang terletak di posisi strategis dengan dua lautan yang mengelilinginya. Hal ini turut mempengaruhi mekanisme pemerintahan di Indonesia, dimana sulitnya koordinasi pemerintah pusat dengan pemerintah daerah. Hal ini pula yang mendorong akan terwujudnya suatu sistem pemerintahan yang efisien dan mandiri untuk memudahkan koordinasi antara kedua belah pihak tersebut.

Hal ini juga bertujuan untuk tetap  menjaga keutuhan negara Indonesia mengingat banyaknya ancaman yang menghadang bangsa Indonesia. Diantaranya yaitu munculnya beberapa daerah yang ingin memisahkan diri dengan negara Indonesia untuk mengatur kehidupannya secara mandiri. Selain itu, potensi sumber daya alam yang tidak merata di daerah-daerah juga menjadi indikasi penyebab dibutuhkannya suatu sistem pemerintahan untuk mengatur dan mengelolah sumber daya alam sehingga dapat menjadi sumber pendapatan daerah dan bahkan negara.

Disinilah peran pemerintah daerah untuk mengatur dan mengelola daerah yang jauh dari jangkauan pemerintah pusat agar tidak terjadi pengabaian sumber daya dan potensi yang ada. Maka dibentuklah suatu sistem yang dinamakan otonomi daerah oleh pemerintah.
Selanjutnya, makalah akan menguraikan tentang otonomi daerah dan pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia.


B.    Rumusan Masalah

1.      Apa yang dimaksud dengan hakikat otonomi daerah?
2.      Apa saja visi otonomi daerah?
3.      Bagaimana bentuk dan tujuan desentralisasi dalam konteks otonomi daerah?
4.      Bagaimana sejarah otonomi daerah di Indonesia?
5.      Bagaimana dampak yang ditimbulkan oleh otonomi daerah?

C.   Tinjauan Masalah

1.      Untuk mengetahui pengertian dari hakikat otonomi daerah.
2.      Untuk mengetahui visi otonomi daerah.
3.      Untuk mengetahui bentuk dan tujuan desentralisasi dalam konteks otonomi daerah.
4.      Untuk mengetahui sejarah otonomi daerah di Indonesia.
5.      Untuk mengetahui dampak yang ditimbulkan oleh otonomi daerah.


BAB II
PEMBAHASAN

A.   Hakikat Otonomi Daerah
Otonomi daerah dalam arti sempit adalah mandiri. Sedangkan dalam arti luas diartikan sebagai berdaya. Dengan demikian, otonomi daerah berarti kemandirian suatu daerah dalam kaitan pembuatan pengambilan keputusan mengenai kepentingan daerahnya sendiri. Otonomi daerah merupakan rangkaian upaya program pembangunan daerah dalam tercapainya tujuan pembangunan nasional. Untuk itu, keberhasilan peningkatan otonomi daerah tidak terlepas dari kemampuan aparat pemerintah pusat dan sumber daya manusia (SDM) dalam tugasnya sebagai perumus kebijakan nasional.

Otonomi daerah dapat diartikan juga sebagai kewajiban yang diberikan kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarkat setempat menurut aspirasi masyarakat untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna penyelenggaraan pemerintahan dalam rangka pelayanan terhadap masyarkat dan pelaksanaan pembangunan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Menurut Ateng Syarifuddin, otonomi mempunyai makna kebebasan atau kemandirian tetapi bukan kemerdekaan. Kebebasan yang terbatas atau kemandirian itu terwujud oleh pemberian kesempatan yang harus dipertanggungjawabkan.

Sedangkan menurut Vincent Lemius, otonomi daerah adalah kebebasan (kewenangan) untuk mengambil atau membuat suatu keputusan politik maupun administrasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Di dalam otonomi daerah terdapat kebebasan yang dimiliki oleh pemerintah daerah untuk menentukan apa yang menjadi kebutuhan daerah. Namun apa yang menjadi kebutuhan daerah tersebut harus senantiasa disesuaikan dengan kepentingan nasional sebagaimana yang telah diatur dalam peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.

Otonomi daerah memiliki hubungan yang erat dengan desentralisasi, yaitu penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Sedangkan otonomi daerah merupakan hak, wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Hubungan erat antar pemerintah pusat dengan pemerintah daerah harus serasi sehingga akan dapat mewujudkan tujuan yang ingun dicapai.

Pelaksanaan otonomi daerah selain berlandaskan pada acuan hukum, juga sebagai implementasi tuntutan globalisasi yang harus diberdayakan dengan cara memberikan daerah kewenangan yang lebih luas, lebih nyata dan bertanggung jawab, terutama dalam mengatur, memanfaatkan dan menggali sumber-sumber potensi yang ada di daerah masing-masing.


Berikut beberapa pengertian konsep otonomi daerah sebagaimana tercantum dalam UU Nomor 32 Th. 2004 Bab I Pasal 1:

1.      Pemerintah pusat, selanjutnya disebut pemerintah adalah presiden RI yang memegang kekuasaan pemerintah negara RI sebagaimana tercantum dalam UUD 45.
2.      Pemerintah daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip kesatuan NKRI sebagaimana dimaksud dalam UUD Tahun 1945.
3.      Pemerintah daerah adalah Gubernur, Bupati, atau Wali Kota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggaraan pemerintah daerah.
4.      DPRD adalah lembaga perwakilan rakyat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintah daerah.
5.      Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonomi untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
6.      Daerah otonom adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakasa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan RI.
7.      Desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem negara Kesatuan Republik Indonesia.
8.      Dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah kepada Gubernur sebagai wakil pemerintah dan/atau kepada instansi vertikal di wilayah itu.
9.      Tugas pembantuan adalah penugasan dari pemerintah kepada daerah dan/atau desa dari pemerintah provinsi kepada kabupaten/kota dan/atau desa serta dari pemerintah kabupaten/atau kota kepada desa untuk melaksanakan tugas tertentu.
10.  Peraturan daerah selanjutnya disebut perda adalah peraturan daerah provinsi dan/atau peraturan daerah kabupaten/kota.
11.  Peraturan kepala daerah adalah peraturan gubernur dan/atau peraturan Bupati/Walikota.
12.  Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintah NKRI.
13.  Perimbangan keuangan antara pemerintah dan pemerintah daerah adalah suatu sistem pembagian keuangan yang adil, proporsional, demokratis, transparan, dan bertanggungjawab dalam rangka pendanaan penyelenggaraan desentralisasi dengan mempertimbangkan potensi, kondisi dan kebutuhan daerah serta besaran pendanaan penyelenggaraan dekonsentrasi dan tugas pembantuan.
14.  Anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang ditetapkan dengan peraturan daerah.
15.  Pendapatan daerah adalah semua hak daerah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan.
16.  Belanja daerah adalah semua kewajiban daerah yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan.
17.  Pembiayaan adalah setiap penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran bersangkutan maupun pada tahun anggaran berikutnya.


18.  Pinjaman daerah adalah semua transaksi yang mengakibatkan daerah menerima sejumlah uang atau menerima manfaat yang bernilai uang dari pihak lain sehingga daerah tersebut dibebani kewajiban untuk membayar kembali.
19.  Kawasan khusus adalah bagian wilayah dalam provinsi dan/atau kabupaten/kota yang ditetapkan oleh pemerintah untuk menyelenggarakan fungsi-fungsi pemerintahan yang bersifat khusus bagi kepentingan nasional.


B.     Visi Otonomi Daerah

Otonomi daerah sebagai kerangka menyelenggarakan pemerintahan mempunyai visi yang dapat dirumuskan dalam tiga ruang lingkup utama yang saling berhubungan satu dengan yang lainnya: politik, ekonomi, dan sosial budaya.

Di bidang politik, visi otonomi daerah harus dipahami sebagai sebuah proses bagi lahirnya kader-kader politik untuk menjadi kepala pemerintahan yang dipilih secara demokratis serta memungkinkan berlangsungnya penyelenggaraan pemerintah yang responsif terhadap kepentingan masyarakat luas.

Adapun di bidang ekonomi, visi otonomi daerah mengandung makna bahwa otonomi daerah di satu pihak harus menjamin lancarnya pelaksanaan kebijakan ekonomi nasional di daerah. Di pihak lain mendorong terbukanya peluang bagi pemerintah daerah mengembangkan kebijakan lokal kedaerahan untuk mengoptimalkan pendayagunaan potensi ekonomi di daerahnya. Dalam kerangka ini, otonomi daerah memungkinkan lahirnya berbagai prakarsa pemerintah daerah untuk menawarkan fasilitas investasi, memudahkan proses perizinan usaha, dan membangun berbagai infrastuktur yang menunjang perputaran ekonomi di daerah.

Sedangkan visi otonomi daerah di bidang social dan budaya mengandung pengertian bahwa otonomi daerah harus diarahkan pada pengelolaan., penciptaan dan pemeliharaan integrasi dan harmoni social. Pada saat yang sama, visi otonomi daerah dibidang sosial dan budaya adalah memelihara dan mengembangkan nilai, tradisi, karya seni, karya cipta, bahasa, dan karya sastra lokal yang dipandang kondusif dalam mendorong masyarakat untuk merespon positif dinamika kehidupan di sekitarnya dan kehidupan global. Karenanya, aspek social budaya harus diletakkan secara cepat dan terarah agar kehidupan sosial tetap terjaga secara utuh dan budaya lokal tetap eksis dan mempunyai daya keberlanjutan.


C.   Bentuk dan Tujuan Desentralisasi dalam Konteks Otonomi Daerah

Rondinelli membedakan empat bentuk desentralisasi, yaitu:
1.      Dekonsentrasi
Desentralisasi dalam bentuk dekonsentrasi (deconcentration), pada hakikatnya hanya merupakan pembagian kewenangan dan tanggung jawab administratif antara pemerintah pusat dengan pejabat birokrasi pusat di lapangan. Jadi, dekonsentrasi hanya berupa pergeseran volume pekerjaan dari pemerintah pusat kepada perwakilannya yang ada di daerah, tanpa adanya penyerahan atau pelimpahan


kewenangan untuk mengambil keputusan atau keleluasaan untuk membuat keputusan.

2.      Delegasi
Delegasi merupakan pelimpahan pengambilan keputusan dan kewenangan manajerial untuk melakukan tugas-tugas khusus kepada suatu organisasi yang tidak secara langsung berada di bawah pengawasan pemerintah pusat. Terhadap organisasi semacam ini pada dasarnya diberikan kewenangan semi independen untuk melaksanakan fungsi dan tanggung jawabnya. Bahkan kadang-kadang berada diluar ketentuan yang diatur oleh pemerintah pusat., karena bersifat lebih komersial dan mengutamakan efisiensi daripada prosedur birokratis dan politis. Hal ini biasanya dilakukan terhadap suatu badan usaha publik yang tugasnya melaksanakan proyek tertentu, seperti telekomunikasi, listrik, bendungan, dan jalan raya.

3.      Devolusi
Devolusi merupakan bentuk desentralisasi yang lebih ekstensif, yang merujuk pada situasi dimana pemerintah pusat mentransfer kewenangan untuk pengambilan keputusan, keuangan dan manajemen kepada unit otonomi pemerintah daerah. Devolusi adalah kondisi dimana pemerintah pusat dengan menyerahkan sebagian fungsi-fungsi tertentu kepada unit-unit itu untuk dilaksanakan secara mandiri. Menurut Rondinelli, devolusi merupakan upaya memperkuat pemerintah daerah sacara legal yang secara substansif kegiatan-kegiatan yang dilakukannya diluar kendali langsung pemerintah pusat. 

Devolusi dapat berupa transfer tanggung jawab untuk pelayanan kepada pemerintahan kota/kabupaten dalam memilih walikota/bupati dan DPRD, meningkatkan pendapatan mereka dan memiliki independensi kewenangan untuk mengambil keputusan investasi.

Ciri-ciri Devolusi:
-        Adanya sebuah badan lokal yang secara konstitusional terpisah dari pemerintah pusat dan bertanggung jawab pada pelayanan lokal yang signifikan.
-        Pemerintah daerah harus memiliki kekayaan sendiri, anggaran dan rekening seiring dengan otoritas untuk meningkatkan pendapatannya.
-        Harus mengembangkan kompetensi staf.
-        Anggota dewan yang terpilih, yang beroperasi pada garis partai, harus menentukan kebijakan dan prosedur internal.
-        Pejabat pemerintah pusat harus melayani sebagai penasehat dan evaluator luar yang tidak memiliki peranan apapun didalam otoritas lokal.

4.      Privatisasi
Menurut Romdinelli privatisasi adalah suatu tindakan pemberian kewenangan dari pemerintah kepada badan-badan sukarela swasta dan swadaya masyarakat, namun dapat pula merupakan peleburan badan pemerintah menjadi badan usaha swasta misalnya BUMN dan BUMD dilebur menjadi perusahaan terbatas (PT) dalam beberapa hal misalnya pemerintah mentransfer beberapa kegiatan kepada kamar dagang dan industri, koperasi dan asosiasi lainnya untuk mengeluarkan izin-izin, bimbingan dan pengawasan, yang semula dilakukan oleh pemerintah


dalam hal kegiatan sosial, pemerintah memberikan kewenangan dan tanggung jawab kepada lembaga swadaya masyarakat (LSM) dalam hal seperti pembinaan kesejahteraan keluarga, koprasi, petani, dan koprasi nelayan untuk melakukan kegiatan-kegiatan sosial, termasuk melatih dan meningkatkan peran serta dan pemberdayaan masyarakat.

5.      Tugas Pembantuan, yang merupakan tambahan dalam konteks desentralisasi Indonesia
Tugas pembantuan (medebewind) merupakan pemberian kemungkinan dari pemerintah pusat atau pemerintah daerah yang lebih atas untuk meminta bantuan kepada pemerintah daerah yang tingkatannya lebih rendah agar menyelenggarakan tugas atau urusan rumah tangga dari daerah yang tingkatannya lebih atas urusan yang diserahkan pemerintah pusat/pemerintah daerah atasan tidak beralih menjadi urusan rumah tangga daerah yang melaksanakan. Kewenangan yang diberikan kepada daerah adalah kewenangan yang bersifat mengurus sedangkan kewenangan mengurus tetap menjadi kewenangan pemerintah pusat/pemerintah atasannya.


D.   Sejarah Otonomi Daerah di Indonesia

Peraturan perundang-undanag yang pertama kali menagtur tentang pemerintahan daerah pasca proklamasi kemerdekaan adalah UU Nomor 1 tahun 1945. Undang-undang ini merupakan hasil dari berbagai pertimbangan tentang sejarah pemerintahan di masa kerajaan dan  masa pemerintahan kolonialisme. Namun undang-undang ini belum mengatur tentang desentralisasi dan hanya menekankan pada aspek cita-cita kedaulatan rakyat melalui pembentukan badan perwakilan rakyat daerah.

Undang-undang tersebut diganti oleh UU nomor 22 tahun 1948 yang berfokus pada pengaturan susunan pemerintahan daerah yang demokratis. Undang-undang ini menetapkan dua jenis daerah otonom dan tiga tingkatan daerah otonom.

Perjalanan sejarah otonomi Indonesia selanjutnya ditandai dengan munculnya UU nomor 1 tahun 1957 yang menjadi peraturan tunggal pertama yang berlaku seragam untuk seluruh Indonesia. Selanjutnya UU nomor 18 tahun 1965 yang menganut sistem otonomi yang riil dan seluas-luasnya. Kemudian disusul dengan munculnya UU nomor 5 tahun 1974 yang menganut sistem otonomi yang nyata dan bertanggungjawab. Hal ini karena sistem otonomi yang sebelumnya dianggap memiliki kecenderungan pemikiran yang dapat membahayakan keutuhan NKRI serta tidak serasi denagn maksud dan tujuan pemberian otonomi kepada daerah.

        UU yang terakhir ini berumur paling panjang, yaitu 25 tahun yang kemudian digantikan dengan UU nomor 22 tahun 1999 pasca reformasi. Hal ini tidak terlepas dari perkembangan situasi yang terjadi pada masa itu. Berdasarkan kehendak reformasi saat itu, Sidang Istimewa MPR Nomor XV/MPR/1998 tentang penyelenggaraan otonomi daerah; pengaturan, pembagian, dan pemanfaatan sumber daya nasional yang berkeadilan serta peimbangan keuanagn pusat dan daerah dalam kerangka NKRI. Selain itu, hasil amandemen MPR RI pada pasal 18 UUD 1945 dalam perubahan kedua, yang secara tegas dan eksplisit menyebutkan bahwa negara Indonesia memakai prinsip otonomi dan



desentralisasi kekuatan politik juga semakin memberikan tempat kepada otonomi daerah di tempatnya.

Tiga tahun setelah implementasi UU No. 22 tahun 1999, pemerintah melakukan peninjauan dan revisi terhadap undang-undang yang berakhir pada lahirnya UU No. 32 tahun 2004 yang juga mengatur tentang pemerintah daerah yang berlaku hingga sekarang.



E.    Dampak Otonomi Daerah

a.      Dampak Positif
Dampak positif otonomi daerah adalah bahwa dengan otonomi daerah makapemerintah daerah akan mendapatkan kesempatan untuk menampilkan identitas lokalyang ada di masyarakat. Berkurangnya wewenang dan kendali pemerintah pusatmendapatkan respon tinggi dari pemerintah daerah dalam menghadapi masalah yangberada di daerahnya sendiri. Bahkan dana yang diperoleh lebih banyak daripada yangdidapatkan melalui jalur birokrasi dari pemerintah pusat. Dana tersebut memungkinkanpemerintah lokal mendorong pembangunan daerah serta membangun program promosikebudayaan dan juga pariwisata.
b.      Dampak Negatif
Dampak negatif dari otonomi daerah adalah adanya kesempatan bagioknum-oknum di pemerintah daerah untuk melakukan tindakan yang dapat merugikaNegara dan rakyat seperti korupsi, kolusi dan nepotisme. Selain itu terkadang adakebijakan-kebijakan daerah yang tidak sesuai dengan konstitusi Negara yang dapat menimbulkan pertentangan antar daerah satu dengan daerah tetangganya, atau bahkandaerah dengan Negara, seperti contoh pelaksanaan Undang-undang Anti Pornografi ditingkat daerah. Hal tersebut dikarenakan dengan system otonomi daerah maka pemerintahpusat akan lebih susah mengawasi jalannya pemerintahan di daerah, selain itu karena memang dengan sistem.otonomi daerah membuat peranan pemeritah pusat tidak begitu berarti.


Beberapa modus pejabat nakal dalam melakukan korupsi dengan APBD :
1)      Korupsi Pengadaan Barang
Modus :
-        Penggelembungan (mark up) nilai barang dan jasa dari harga pasar.
-        Kolusi dengan kontraktor dalam proses tender.
2)      Penghapusan barang inventaris dan aset negara (tanah)
Modus :
-        Memboyong inventaris kantor untuk kepentingan pribadi.
-        Menjual inventaris kantor untuk kepentingan pribadi.
3)      Pungli penerimaan pegawai, pembayaran gaji, keniakan pangkat, pengurusan pensiun dan sebagainya.
Modus : Memungut biaya tambahan di luar ketentuan resmi.
4)      Pemotongan uang bantuan sosial dan subsidi (sekolah, rumah ibadah, panti asuhan dan jompo)
Modus : Pemotongan dana bantuan sosial budaya. Biasanya dilakukan secara bertingkat (setiap meja).
5)      Bantuan fiktif
Modus : Membuat surat permohonan fiktif seolah-olah ada bantuan dari pemerintah ke pihak luar.



BAB III
PENUTUP


KESIMPULAN

Otonomi daerah dalam arti sempit adalah mandiri. Sedangkan dalam arti luas diartikan sebagai berdaya. Dengan demikian, otonomi daerah berarti kemandirian suatu daerah dalam kaitan pembuatan pengambilan keputusan mengenai kepentingan daerahnya sendiri. Hubungan erat antar pemerintah pusat dengan pemerintah daerah harus serasi sehingga akan dapat mewujudkan tujuan yang ingun dicapai.
                    Otonomi daearh memiliki visi dalam tiga ruang lingkup yaitu politik, ekonomi dan sosial budaya. Hal ini mengingat bahwa tiga aspek inilah yang menjadi perhatian yang cukup urgen dalam pembangunan daerah.
Di Indonesia dikenal lima konteks desentralisasi yaitu:
1. Dekonsentrasi
2. Delegasi
3. Devolusi
4. Privatisasi
5. Tugas Pembantuan
Perjalanan Otonomi daerah selalu ditandai dengan lahirnya UU baru yang menggantikan UU sebelumnya. Dimulai dari UU Nomor 1 Tahun 1945 pasca-proklamasi yang kemudian digantikan oleh UU nomor 22 tahun 1948.  Selanjutnya UU Nomor 1 tahun 1957 yang kemudian diikuti UU Nomor 18 tahun 1965. Pada tahun 1974, muncul undang-undang nomor 5 tahun 1974 yang berumur cukup lama yaitu 25 tahun sebelum masa reformasi yang kemudian digantikan oleh UU nomor 22 tahun 1999. Setelah tiga tahun implementasinya, lahirlah UU Nomor 32 tahun 2004 yang berlaku hingga sekarang di Indonesia.



DAFTAR PUSTAKA

Ubaedillah , A. dkk., Pendidikan Kewargaan (Civic Education), tp. p
Undang-Undang Otonomi Daerah Terbaru, Yogyakarta: Pustaka Pelajar,  2005, cet. I
Id.m.wikipedia.org/wiki/otonomi_daerah
Obatkafe.blogspot.com/2012/11/pengertian-dan-definisi-otonomi-daerah.html?m=1
Otonomidaerah.com/pengertian-otonomi-daerah.html



Tidak ada komentar:

Posting Komentar